MATERI PENDIDIKAN IDEAL DALAM LINGKUP NKRI
Drs. Aripin Muslim
I. Pendahuluan
Maraknya tawuran, kasus bullying, dan fenomena kriminalitas di sekolah-sekolah hingga perguruan tinggi, menimbulkan sebuah tanda tanya besar akan realisasi fungsi Pendidikan Nasional, sebagaimana yang termaktub dalam Pasal 3 UU No. 20 Tahun 2003. Pendidikan Nasional yang pada hakikatnya untuk mencerdaskan kehidupan bangsa, ternyata berbanding terbalik dengan berbagai realitas yang ada.
Adalah sebuah ironi, dimana Indonesia selalu menjadi pemborong medali dalam setiap kompetisi olimpiade sains internasional, namun di sisi lain, kasus siswa-siswi cacat moral seperti siswi married by accident, aksi pornografi, kasus narkoba, plagiatisme, dan sejenisnya, senantiasa marak menghiasi sejumlah media. Bukan hanya terbatas pada peserta didik, lembaga-lembaga pendidikan maupun instansi pemerintahan yang sebenarnya mereka adalah orang-orang penyandang gelar akademis, pun tak luput terjangkiti virus dekadensi moral, sebagai pelaku korupsi. Komponen bangsa lainnya yang mengaku sebagai penganut agama yang taat, tapi melakukan kekerasan terhadap yang berbeda faham atas nama agama, membunuh, merampok, menganiaya membakar merupakan hal biasa,
Berbagai fenomena di atas menuntut agar sistem pendidikan dikaji ulang. Dalam hal ini, kurikulum sebagai standar pedoman pembelajaran belum sepenuhnya mengejawantahkan tujuan utama pendidikan itu sendiri, yaitu membentuk generasi cerdas komprehensif (IQ, EQ, dan SQ). Sebagaimana disebutkan, bahwa pendidikan nasional bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan.Oleh karena itu, diperlukan reformasi pendidikan, demi memulihkan kesenjangan ektrim antara kualitas intelektual (IQ) dengan nilai-nilai moral spritual (ESQ). Tulisan ini akan berusaha mencari jawaban dari berbagai problema dekadensi moral bangsa dalam kaitannya dengan pendidikan, terutama mengenai materi pendidikan untuk bangsa yang multikultur ini.
II. Pengertian Pendidikan Ideal
Sesungguhnya terdapat berbagai cara atau alternatif dalam rangka mendidik anak. Pendidikan ideal bukan semata mengedepankan perkembangan intelegensia, tapi juga membina spiritual dan pengendalian emosional. Terhadap pembinaan spiritual, mengenalkan Allah atau ma'rifatullah sejak dini merupakan langkah awal. Selanjutnya, memberi arahan bagaimana ia beriman, dengan mengetahui rukun iman dan rukun Islam bukan sekedar hafalan. Pengetahuan keagamaan dapat memupuk dan menebalkan rasa keimanan mereka kepada Allah SWT.
Berkenaan dengan perkembangan kecerdasan emosional, sangat perlu pembiasaan berakhlaqul karimah. Pembiasaan ini dapat melalui interaksi sosial yang ditanggapi secara positif, seperti mengajrkan anak untuk menolong orang, tidak menang sendiri, menghargai pemberian orang, rendah hati, dan masih banyak kebiasaan baik lainnya.
Dalam hal pengasahan logika, orang tua tidak bisa memaksakan kehendak kepada anak. Setiap anak memiliki potensi yang berbeda-beda. Oleh sebab itu, perlu diperhatikan di bidang mana anak itu dominan, maka di situlah sebaiknya dipupuk dan dikembangkan.
Pendidikan ideal tidak lupa melatih kemandirian anak. Kemandirian bisa dilatih dari hal-hal kecil, mulai dari berjalan sendiri, berpakaian tanpa dibantu, makan sendiri dan mengatur barang-barangnya sendiri. Kebiasaan ini akan terbawa hingga besar. Pelatihan kemandirian akan berbeda seiring dengan perkembangan usianya. Pada usia sekolah lanjutan, kemandirian ini dapat dikembangkan melalui kegiatan berorganisasi
Arahan pendidikan ideal tidak akan berjalan tanpa adanya komunikasi efektif antara pendidik (orang tua, orang terdekat, guru) dan anak. Sesibuk apapun, komunikasi harus tetap berjalan Sebagai pendidik perlu mengutamakan quality time dalam setiap kesempatan berinteraksi dengan anak, sambil mencontohkan berbahasaa yang baik dan benar serta bersikap tegas dan berpendirian.
Dalam rangka penerapan pendidikan ideal pada anak, terdapat beberapa cara efektif yang disukai oleh anak, antara lain dilakukan sambil bermain, di alam terbuka, sambil diajak berfikir dan berdialog mengenai benda-benda dan kejadian alam, berkesperimen, bernyanyi, berjalan-jalan, atau keterlibatannya dalam tugas rumah dengan maksud bukan untuk memperbudak anak.
Hingga akhirnya ditemukan target keberhasilan pendidikan ideal, yaitu membentuk manusia yang bertaqwa kepada Allah SWT, mampu menggunakan logikanya secara baik, berinteraksi sosial dengan baik dan bertanggung jawab. Dengan kata lain, pendidikan ideal adalah membina potensi spiritual, emosional dan intelegensia secara optimal. Ketiganya terintegrasi dalam satu lingkaran.
III. Landasan Idiil Penyelenggaraan Pendidikan Nasional
1. Pengertian Landasan Pendidikan
Secara leksikal, landasan berarti tumpuan, dasar atau alas, karena itu landasan merupakan tempat bertumpu atau titik tolak atau dasar pijakan. Titik tolak atau dasar pijakan ini dapat bersifat material (contoh: landasan pesawat terbang); dapat pula bersifat konseptual (contoh: landasan pendidikan). Landasan yang bersifat koseptual identik dengan asumsi, adapun asumsi dapat dibedakan menjadi tiga macam asumsi, yaitu aksioma, postulat dan premis tersembunyi. Pendidikan antara lain dapat dipahami dari dua sudut pandang, pertama dari sudut praktek sehingga kita mengenal istilah praktek pendidikan, dan kedua dari sudut studi sehingga kita kenal istilah studi pendidikan. Praktek pendidikan adalah kegiatan seseorang atau sekelompok orang atau lembaga dalam membantu individu atau sekelompok orang untuk mencapai tujuan pedidikan. Kegiatan bantuan dalam praktek pendidikan dapat berupa pengelolaan pendidikan (makro maupun mikro), dan dapat berupa kegiatan pendidikan (bimbingan, pengajaran dan atau latihan). Studi pendidikan adalah kegiatan seseorang atau sekelompok orang dalam rangka memahami pendidikan. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa landasan pendidikan adalah asumsi-asumsi yang menjadi dasar pijakan atau titik tolak dalam rangka praktek pendidikan dan atau studi pendidikan.
2. Jenis-jenis Landasan Pendidikan
Ada berbagai jenis landasan pendidikan, berdasarkan sumber perolehannya kita dapat mengidentifikasi jenis landasan pendidikan menjadi:
a. Landasan religius pendidikan, yaitu asumsi-asumsi yang bersumber dari religi atau agama yang menjadi titik tolak dalam rangka praktek pendidikan dan atau studi pendidikan.
b. Landasan filosofis pendidikan, yaitu asumsi-asumsi yang bersumber dari filsafat yang menjadi titik tolak dalam rangka praktek pendidikan dan atau studI pendidikan.
c. Landasan ilmiah pendidikan, yaitu asumsi-asumsi yang bersumber dari berbagai cabang atau disiplin ilmu yang menjadi titik tolak dalam rangka praktek pendidikan dan atau studi pendidikan. Tergolong ke dalam landasan ilmiah pendidikan antara lain: landasan psikologis pendidikan, landasan sosiologis pendidikan, landasan antropologis pendidikan, landasan historis pendidikan, dsb. Landasan ilmiah pendidikan dikenal pula sebagai landasan empiris pendidikan atau landasan faktual pendidikan.
d. Landasan yuridis atau hukum pendidikan, yaitu asumsi-asumsi yang bersumber dari peraturan perundang-undangan yang berlaku yang menjadi titik tolak dalam rangka praktek pendidikan dan atau studi pendidikan
3. Fungsi Landasan Pendidikan
Landasan-landasan pendidikan tidak tertuju kepada pengembangan aspek keterampilan khusus mengenai pendidikan, melainkan tertuju kepada pengembangan wawasan kependidikan yang berkenaan dengan berbagai asumsi yang bersifat umum tentang pendidikan yang harus dipilih dan diadopsi oleh tenaga kependidikan sehingga menjadi cara pandang dan bersikap dalam rangka melaksanakan tugasnya. Berbagai asumsi pendidikan yang telah dipilih dan diadopsi oleh seseorang tenaga kependidikan akan berfungsi memberikan dasar rujukan konseptual dalam rangka praktek pendidikan dan atau studi pendidikan yang dilaksanakannya. Dengan kata lain, fungsi landasan pendidikan adalah sebagai dasar pijakan atau titik tolak praktek pendidikan dan atau studi pendidikan.
4. Pancasila Sebagai Landasan Idiil Penyelenggaran Pendidikan
Pancasila yang berkedudukan sebagai Dasar Negara adalah landasan idiil sistem pendidikan di Indonesia. Pancasilalah yang secara filosofos menjadi landasan pijakan sekaligus tujuan ideal penyelenggaraan pendidikan di negara kita. Konsekwensi logisnya adalah iklim pendidikan di Indonesia harus kondusif terhadap terciptanya manusia yang Pancasilais, dalam arti:
a. Memiliki kuitur religius, sesuai tuntutan Sila Ketuhanan yang adil dan beradab.
b. Memiliki komitmen yang tinggi terhadap keutuhan bangsa, sesuai kehendak sila Persatuan Indonesia.
c. Mampu mengembangkan kultur demokratis sesuai Sila Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan dan perwakilan.
d. Memiliki kepedulian terhadap terciptanya keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
Pendidikan nasional berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Dengan kata lain. Sistem pendidikan nasional merupakan sistem yang dibangun di atas landasan idiil Pancasila dan landasan konstitusional Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Pancasila sebaga falsafah bangsa merupakan sumber sekaligus cita-cita ideal bangsa Indonesia. Undang-Undang Dasar 1945, selain landasan konstitusional, sekaligus merupakan norma operasional dari Pancasila. Pancasila sebagai idiologi terbuka, diyakini memiliki nilai multicultural. Nilai ini bisa dimaknai dari setiap sila Pancasila. Nilai abstrak multicultural dalam Pancasila menjadi agak konkrit semangatnya dalam UUD 1945 Pasal 32 ayat (1), “Negara memajukan kebudayaan nasional Indonesia di tengah peradaban dunia untuk menjamin kebebasan masyarakat dalam memelihara dan mengembangkan nilai-nilai budayanya”. Harus digarisbawahi dalam pasal ini kata-kata negara …menjamin kebebasan masyarakat dalam memelihara dan mengembangkan nilai-nilai budayanya. Pasal ini harus dibaca dalam satu tarikan nafas dengan pasal sebelumnya yakni pasal 31 ayat (3) yang menyatakan,
Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional yang meningkatkan keimanan dan ketaqwaan serta akhlaq mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa yang diatur dengan undang-undang.
Pembacaan dalam satu tarikan nafas, maka akan terbaca, konstitusi memerintahkan adanya suatu sistem pendidikan nasional yang meningkatkan keimanan, ketaqwaan, akhlaq mulia dan kecerdasan dan menjamin berkembangnya nilai-nilai budaya. Nilai-nilai budaya dapat diartikan sebagai etika kehidupan multicultural . Pembacaan dalam satu alur semangat harus dilakukan karena tujuan meningkatkan keimanan, ketaqwaan, akhlaq mulia dan kecerdasan tidak boleh menghambat pengembangan nilai-nilai multkultural, serta sebaliknya bahwa pengembangan nilai-nilai multicultural tidak boleh menghalangi tujuan meningkatkan keimanan, ketaqwaan, akhlaq mulia dan kecerdasan.
Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
IV. Materi Pendidikan Ideal dalam UU No.20/2003
1. Pendidikan Moral Bangsa Untuk Mengatasi Problem Multikultural
Faktor esensial konflik adalah lemahnya moralitas berbangsa dalam segala bidang, yakni bidang politik, hukum, ekonomi, budaya, olah raga, bahkan prilaku beragama. Solusi yang ditawarkan adalah pendidikan moral secara integral dalam sistem pendidikan nasional. Tuntutan sifat integralistik pendidikan moral didasarkan alasan bahwa prinsip dan norma multikultural dalam sistem pendidikan nasional harus diletakkan dalam satu tarikan nafas dengan norma dan prinsip meningkatkan keimanan, ketaqwaan, akhlaq mulia dan mencerdaskan kehidupan bangsa. Pendidikan moral berbangsa, termasuk moral bermultikultural, harus hidup dalam proses pembelajaran semua mata pelajaran, serta keseluruhan kehidupan pendidikan.
Dari segi prilaku, moral merupakan ekspresi positif yang teridentifikasi dalam bersikap, berpikir, dan berbuat. Tindakan bermoral terekspresikan dalam segala bentuk prilaku kebaikan pada segala bidang kehidupan, seperti kehidupan hukum, kehidupan ekonomi, kehidupan budaya (multikultural), kehidupan beragama, kehidupan politik, dan kehidupan lainnya. Tindakan bermoral merupakan aktualisasi dari kesadaran konflik, karena konflik biasanya dipicu oleh adanya tindakan tak bermoral
2. Model Pendidikan Masa Depan
Ada beberapa kecenderungan yang akan terjadi pada Abad 21.
Pertama, kita akan memasuki pasar bebas inin berarti akan terjadi suatu interaksi antar Negara di dalam investasi bisnis barang maupn jasa. Interaksi itu menuntut bangsa Indonsia mampu bersaing. Untuk itu diperlukan peningkatan kemandirian, kerja keras serta etos kerja yang tinggi.
Kedua, tuntutan otonomi akan emakin gencar. Pembangunan saat ini telah menghasilkan antara lain peningkatan kemampuan bangsa. Tingkat pendidikan semakin tinggi, rasa percaya diri juga semakin tinggi. Hal itu menimbulkan keinginan untuk menuntut otonomi semakin luas. Akbatnya pendidikan pun akan semakin beralih dari sentralisasi ke desentralisasi.
Ketiga, masyarakat kita akan semakin menjadi masyarakat madani, yakni masyarakat yang memilki disiplin tinggi, masyarakat yang disiplin tinggi merupakan cirri masyarakat industri.
Keempat, pada masa dating peran swasta akan semakin besar. Ini sehubungan dengan semakin cerdasnya penduduk dan semakin tingginya kesadaran akan tenggung jawab.
Kelima, akan terjadi perubahan dari masyarakat agraris ke masyarakat industry. Hal ini akan menimbulkan kegoncangan, dislokasani, disorientasi dan negatifisme.
Adapun karakteristik abad 21 antara lain, pertama, masyarakat tanpa batas. Kedua, kegiatan di bidang ilmu akansemakin tinggi. Ketiga, akan timbul kesadaran akan hak dan kewajiban (HAM). Keempat, perdagangan bebas yang melahirkan kompetisi. Kelima, masa rasionalisme diperkirakan akan semakin kuat pengaruhnya.Keenam, globalisasi akan melahirkan sikap materialism dan hedonism.
Dari pemahaman tentang kecenderungan dan karakteristik abad ke 21 tersebut, maka materi pembelajaran yang ditawarkan adalah:
1. Pendidikan agama agar melahirkan siswa yang berahlak mulia
2. Pendidikan bahasa inggris aktif, agar mampu berkomunikasi dan bekerjasama di tingkat dunia pada zaman global.
3. Pendidikan keterampilan kerja sekurang-kurangnya satu macam, agar lulusannya dapat mencari kehidupan sendiri tanpa harus menjadi mencari lowongan kerja.
V.Kesimpulan
Solusi inovatif untuk mengatasi dekadensi moral bangsa melalui Pendidikan
yaitu dengan:
1. Mengembangkan program pendidikan berbasis moral;
2. Memposisikan pendidikan multikultural sebagai misi intergral dalam sistem pendidikan nasional sehingga semangat multikultural hidup pada semua komponen pembelajaran;
3. Mengembangkan kebijakan pembangunan nasional yang berbasis moral, antara lain melalui strategi pembinaan kehidupan bergama, pendidikan politik bangsa, kebijakan ekonomi, dan penegakkan keadilan hukum.
4. Menyajikan materi kependidikan agama, bahasa dan keterampilan untuk semua jenjang pendidikan.
REFERENSI
Ahmad Tafsir, (2010). Kurikulum Pendidikan Agama Islam Berwawasan Multikultural (makalah)
Choirul Mahfud. (2008). Pendidikan Multikultural, Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Mudyahardjo, Redja, (1998), Filsafat Ilmu Pendidikan dan Pengembangan Fakultas Ilmu Pendidikan: Sebuah Studi Filosofis tentang Pendidikan dan Ilmu Pendidikan, Jurusan FSP FIP IKIP Bandung.
------------------, (2001), Filsafat Ilmu Pendidikan, Suatu Pengantar, PT. Remaja Rosdakarya, Bandung
Muhaimin Luthfie,( 2009). Kebijakan Departemen Agama Tentang Pendidikan Agama Berwawasan Multikultural, Bandung, LP2M
Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar