Rabu, 02 Februari 2011

Flsafat Ilmu

METODE BERFIKIR DEDUKTIF

Oleh: Drs. Aripin Muslim

1..Pendahuluan

Pada hakikatnya berpikir merupakan ciri utama manusia. Untuk bisa membedakan manusia dan makhluk lain, didasarkan berpikir. Manusia dapat mengubah keadaan alam sejauh akal yang dapat memikirkannya. Berpikir, juga disebut sebagai proses bekerja akal pikiran manusia, karena manusia mempunyai akal. Akal merupakan inti sifat hakikat. Sedangkan makhluk adalah genus yang merupakan zat, sehingga manusia dapat dijelaskan sebagai makhluk yang berakal. Akal merupakan salah satu unsur kejiwaan manusia untuk mencapai kebenaran rasa mencapai keindahan dan kehendak untuk mencapai kebaikan. Akal manusia dapat berpikir untuk mencapai kebenaran melalui pikiran. Capaian kebenaran pikiran, Daya kerja akal harus mengikuti cara atau metode berpikir yang baku. Tanpa mengikuti metode dalam berpikir, dapat tersesat pada pemikiran yang salah karena dalam berpikir terdapat hambatan hambatan yang dapat membelokkan akal dari alur berpikir yang benar. Paper ini berusaha menjelaskan metode berpikir deduktif sebagai salah satu metode berpikir dari dua metode berpikir yang benar serta menunjukkan perbedaan antara berpikir dan penalaran dan berusaha mengungkap hambatan hambatan dalam berfikir. Samping itu, sebagai tambahan mencoba menemukan dasar-dasar Qurani yang diduga menunjukkan tentang hal-hal yang dipandang sebagai penghambat dalam berfikir

2. Pengertian Metode

Secara etimologis, metode merupakan kata majemuk dari dua kata; meta yang berarti melalui dan hodos yang berarti jalan atau cara. Bahasa Arab mengenalkan dengan istilah thatiqoh, yaitu langkah-langkah yang diambil oleh seseorang untuk merealisasikan tujuan tertentu. Misalnya dalam konteks pendidikan, metode berarti langkah-langkah yang strategis yang harus dipersiapkan oleh seorang tenaga pendidik guna membantu para murid mencapai tujuan pendidikan. Metode berpikir berarti cara yang ditempuh akal pikiran dalam berpikir untuk mencapai kebenaran.

3. Pengertian Berpikir

Berpikir mencakup banyak aktivitas mental. Kita berpikir saat memutuskan barang apa yang akan dibeli di toko. Kita berpikir saat melamun sambil menunggu kuliah Filsafat dimulai. Atau kita berpikir saat menulis artikel, menulis makalah, surat, membaca buku, koran, merencanakan liburan atau menghadirkan suatu persahabatan yang teguh.

Berpikir adalah suatu kegiatan mental yang melibatkan kerja otak. Akan tetapi pikiran manusia tidak bisa dipisahkan dari aktivitas kerja otak, lebih dari sekedar organ tubuh yang disebut otak.

Kegiatan berpikir dimulai ketika munculnya keraguan dan pertanyaan untuk dijawab atau berhadapan dengan persoalan atau masalah yang memerlukan pemecahan.

Beberapa pendapat para ahli mengatakan berpikir itu bermacam-macam, misalnya ahlli-ahli psikologi asosiasi menganggap bahwa berpikir adalah kelangsungan tanggapan-tanggapan dimana subyek yang berpikir pasif. Pendapat lain juga mengatakan bahwa berpikir itu adalah meletakkan hubungan antara bagian-bagian pengetahuan kita (Bigoted al 1950, P. 103) Drever mengemukakan masalah berpikir sebagai berikut: “Thingkingn is any course or train of ideas in the narrower and stricter sense, a course of ideas initiated by a problem”.

Menurut Eloyd L, Ruch dalam bukunya yang klasik, Psyenology and life (1967) “berpikir merupakan manipulasi atau organisasi unsur-unsur lingkungan dengan menggunakan lambang-lambang sehingga tidak perlu langsung melakukan kegiatan yang tampak.

Jadi, orang yang berpikir itu sifatnya pasif saja karena pertautan antara taggapan yang merupakan inti kegiatan berpikir yang berlangsung secara otomatis. Psikologi juga mengakui bahwa untuk keperluan berpikir itu diperlukan tanggapan tetapi bukan tanggapan murni, tidak secara mekanisti proses berpikir itu terjadi sehingga orang dapat melakukannya secara pasif.

3. Pengertian Penalaran

Penalaran, adalah proses berpikir yang bertolak dari pengamatan indera (observasi empirik) yang menghasilkan sejumlah konsep dan pengertian. Berdasarkan pengamatan yang sejenis juga akan terbentuk proposisi – proposisi yang sejenis, berdasarkan sejumlah proposisi yang diketahui atau dianggap benar, orang menyimpulkan sebuah proposisi baru yang sebelumnya tidak diketahui. Proses inilah yang disebut menalar. Dalam penalaran, proposisi yang dijadikan dasar penyimpulan disebut dengan premis (antesedens) dan hasil kesimpulannya disebut dengan konklusi (consequence). Hubungan antara premis dan konklusi disebut konsekuensi

Menurut Jujun Suriasumantri, penalaran adalah suatu proses berfikir dalam menarik suatu kesimpulan yang berupa pengetahuan. Sebagai suatu kegiatan berfikir penalaran memiliki ciri-ciri tertentu. Ciri pertama adalah proses berpikir logis, dimana berpikir logis diartikan sebagai kegiatan berpikir menurut pola tertentu atau dengan kata lain menurut logika tertentu. Ciri yang kedua adalah sifat analitik dari proses berpikirnya. Sifat analitik ini merupakan konsekuensi dari adanya suatu pola berpikir tertentu. Analisis pada hakikatnya merupakan suatu kegiatan berpikir berdasarkan langkah-langkah tertentu.

Pengetahuan yang dipergunakan dalam penalaran pada dasarnya bersumber pada rasio atau fakta. Mereka yang berpendapat bahwa rasio adalah sumber kebenaran mengembangkan paham rasionalisme, sedangkan mereka yang menyatakan bahwa fakta yang tertangkap lewat pengalaman manusia merupakan sumber kebenaran mengembangkan paham empirisme.

4. Berpikir dan Bernalar

Pemakaian sehari-hari, kata berpikir sering disamakan dengan bernalar atau berpikir secara diskursif dan kalkulatif menurut Sudarminta, sesungguhnya berpikir lebih luas dari sekedar bernalar. Seperti dikemukakan oleh Habermasi selain rasionalitas ilmiah teknologis, masih ada rasionalitas tindakan komunikatif. Penalaran model rasionalitas yang pertama, pemikiran menyibukkan diri dengan penemuan orang yang paling efektif dan efesien untuk mencapai tujuan. Benar salah dalam konteks ini dilihat dari sukses gagasannya apa yang dipikirkan dioperasionalisasikan secara teknologis. Adapun dalam penalaran model rasionalitas yang kedua, orangnya dalam upaya saling memahami.

Sudarminta menyebut bernalar adalah suatu kegiatan pikiran untuk menarik kesimpulan dari premis-premis yang sebelumnya sudah diketahui. Bernalar bisa mengambil bentuk induktif, deduktif. Penalaran induktif merupakan suatu proses penarikan kesimpulan yang berlaku umum (universal) dari rangkaian kejadian yang bersifat khusus (particular) penalaran deduktif adalah penarikan kesimpulan khusus berdasarkan hukum atau pernyataan yang berlaku umum, adapun penalaran yang terjadi dalam merumuskan suatu hipotesis berdasarkan kemungkinan adanya relasi antara dua atau lebih peristiwa yang sebelumnya sudah diketahui.

Kegiatan bernalar merupakan aspek yang amat penting dalam berpikir, akan tetapi menyamakan berpikir dengan bernalar seperti dikatakan Sudarminta, merupakan suatu penyempitan konsep berpikir. Penalaran adalah kegiatan berpikir meturut asas kelurusan berpikir, atau sesuai dengan hukum logika. Sedangkan penalaran sebagai kegiatan berpikir logis belum menjamin bahwa kesimpulan yang ditarik atau pengetahuan yang dihasilkan pasti benar walaupun penalarannya betul atau sesuai dengan asas-asas logika, kesimpulannya yang ditarik bisa saja salah kalau premis-premis yang mendasari penarikan kesimpulan itu ada yang salah.

5. Berpikir Deduktif

Deduksi berasal dari bahasa Inggris deduction yang berarti penarikan kesimpulan dari keadaan-keadaan yang umum, menemukan yang khusus dari yang umum, lawannya induksi (Kamus Umum Bahasa Indonesia W.J.S.Poerwadarminta. Balai Pustaka 2006:273)

Deduksi adalah cara berpikir dimana dari pernyataan yang bersifat umum ditarik kesimpulan yan bersifat khusus. Penarikan kesimpulan secara deduktif biasanya mempergunakan pola berpikir yang dinamakan silogismus. Silogismus disusun dari dua buah pernyataan dan sebuah kesimpulan. (Filsafat llmu, Jujun.S.Suriasumantr, Pustaka Sinar Harapan.2005:48-49)
Secara luas dapat dikatakan Deduksi merupakan suatu cara penalaran dengan menggunakan kriteria atau suatu keyakinan tertentu untuk mendapatkan suatu kesimpulan kasus khusus atau spesifik. Sebuah pernyataan yang dianggap mewakili sebuah kebenaran atau setidaknya sesuatu yang dianggap benar yang memiliki implikasi implikasi tertentu yang dapat diturunkan menjadi sebuah atau beberapa buah pernyataan yang lebih spesifik dan khusus, merupakan salah satu dari ciri penalaran deduktif (deduksi). Dengan demikian deduksi diawali oleh sebuah asumsi (entah itu dogma, atau apapun) yang kemudian dilanjutkan dengan kesimpulan yang lebih khusus yang diturunkan dari asumsi awal tersebut. Kesimpulan yang diambil harus merupakan turunan atau derivasi dari asumsi atau pernyataan awal.

Pernyataan umum: Ahmad menciptakan segala sesuatu di dunia (saya tidak peduli ini benar apa tidak, anggap saja sebuah dogma yang turun dari langit atau sebuah asumsi fisika)

Pernyataan khusus: Bumi merupakan sesuatu di dalam dunia Deduksi yang ditarik: Ahmad menciptakan bumi atau bumi diciptakan oleh ahmad

Dengan demikian antara pernyataan umum dan khusus harus ada korelasi yang nyata diantara keduanya. Jika tidak ada korelasi yang nyata atau langsung pada kedua pernyataan antara yang umum dan yang khusus maka tidak bisa dilakukan penarikan kesimpulan deduktif.

Pernyataan umum: Ahmad menciptakan segala sesuatu di dunia

Pernyataan khusus: Ibu pergi ke pasar

Deduksi yang diambil: …………. Kosong ………….

Karena tidak ada kaitan atau hubungan dintara dua pernyataan tersebut maka tidak mungkin dapat ditarik kesimpulan secara deduktif.

Penarikan kesimpulan secara deduktif biasanya mempergunakan polaberfikir yang dinamakan silogisme. Silogisme disusun dari dua buah pernyataan dan sebuah kesimpulan. Pernyataan yang mendukung silogisme ini disebut sebagai premis yang kemudian dibedakan menjadi premis mayor dan premis minor. Metode ini diawali dari pembentukan teori, hipotesis, definisi operasional, instrument dan operasionalisasi. Dengan kata lain, untuk memahami suatu gejala terlebih dahulu harus memiliki konsep dan teori tentang gejala tersebut dan selanjutnya dilakukan penelitian di lapangan. Dengan demikian konteks penalaran deduktif tersebut, konsep dan teori merupakan kata kunci untuk memahami suatu gejala.
Kesimpulan merupakan pengetahuan yang didapat dari penalaran deduktif berdasarkan kedua premis tersebut. Penarikan kesimpulan secara dedukfit dapat dilakukan dengan cara langsung dan tidak langsung. Penarikan tidak langsung ditarik dari dua premis. Penarikan langsung ditarik dari satu premis.

Contohnya:

Semua mahluk hidup perlu makan untuk mempertahankan hidupnya (pemis mayor)

Bella adalah seorang mahluk hidup (prisminor)

Jadi, Bella perlu makan untuk mempertahankan hidupnya (kesimpulan)
Kesimpulan yang diambil bahwa Bella juga perlu makan untuk mempertahankan hidupnya adalah sah menurut penalaran deduktif, sebab kesimpulan ini ditarik secara logis dari dua premis yang mendukukngnya.

Pertanyaan apakah kesimpulan ini benar harus dikembalikan kepada kebenaran premis-premis yang mendahuluinya. Apabila kedua premis yang mendukungnya benar maka dapat dipastikan bahwa kesimpulan yang ditarik juga benar.

Penalaran deduktif (atau deduksi) banyak digunakan diperbagai bidang. Bahkan bisa dikatakan segala macam keilmuan yang ada di ranah pemikiran kita melakukan upaya upaya deduktif. Sains atau ilmu alam sangat mengandalkan pemikiran seperti ini. Einstein mengajukan teori gravitasi dan relativitas yang kemudian ternyata menurunkan (melalui penalaran deduksi) sebuah pemahaman baru semisal adanya black hole maupun adanya denyut “ruang dan waktu”. Demikian pula prediksi-prediksi saintifik mendasarkan pada cara berfikir deduktif seperti ini. Karena deduksi diawali oleh sebuah pernyataan umum maka kebenaran dari hasil kesimpulannya tergantung mutlak pada benar tidaknya pernyataan umum tersebut. Sains misalnya memperoleh pernyataan umum dari hasil induksi (atau generalisasi) atas penyelidikan atau penelitian atau percobaan yang diulang-ulang beribu-ribu atau berjuta juta kali. Semisal ungkapan “energi tak dapat dimusnahkan dan tak dapat diciptakan” merupakan sebuah kalimat atau pernyataan umum dari hasil penyelidikan berulang-ulang dimasa lalu. Darinya kemudian muncul kesimpulan-kesimpulan baru, semisal konsep exergi atau entalphi.

Demikian pula di tingkat pemikiran sosial, agama, psikologi, ekonomi atau yang lainnya. Dengan mengajukan sebuah pernyataan umum yang oleh para empunya bidang tersebut dianggap sebagai sebuah kebenaran maka dapat diturunkan atau dideduksikan sebuah pernyataan baru yang lebih spesifik atau khusus. Semisal dalam bidang agama. Semua yang berdosa akan dihukum dan masuk neraka. Andi berdosa. Andi dihukum dan masuk neraka. Demikian jalan pemikiran deduktifnya. Tentunya kebalikan dari berfikir deduktif adalah berfikir secara induktif.

Bagaimana dengan penalaran ilmiah? Penalaran ilmiah pada hakikatnya merupakan gabungan dari penalaran deduktif dan induktif. Dimana lebih lanjut penalaran deduktif terkait dengan rasionalisme dan penalaran induktif dengan empirisme. Secara rasional ilmu menyusun pengetahuannya secara konsisten dan kumulatif, sedangkan secara empiris ilmu memisahkan antara pengetahuan yang sesuai fakta dengan yang tidak. Karena itu sebelum teruji kebenarannya secara empiris semua penjelasan rasional yang diajukan statusnya hanyalah bersifat sementara, Penjelasan sementara ini biasanya disebut hipotesis.

Hipotesis ini pada dasarnya disusun secara deduktif dengan mengambil premis-premis dari pengetahuan ilmiah yang sudah diketahui sebelumnya, kemudian pada tahap pengujian hipotesis proses induksi mulai memegang peranan di mana dikumpulkan fakta-fakta empiris untuk menilai apakah suatu hipotesis di dukung fakta atau tidak. Sehingga kemudian hipotesis tersebut dapat diterima atau ditolak.

Maka dapat disimpulkan bahwa nalar deduktif dan nalar induktif diperlukan dalaam proses pencarian pengetahuan yang benar.

6.Hambatan-Hambatan Dalam Berfikir

Dalam proses berpikir tidak senantiasa berjalan dengan begitu mudah tetapi sering orang menghadapi hambatan-hambatan dalam bepikir atau memecahkan persoalan. Hambatan-hambatan yang mungkin timbul dalam proses berpikir dapat disebabkan:

1. Data yang ada kurang sempurna sehingga masih banyak lagi data yang harus diperoleh.

  1. Data yang ada dalam keadaan confuse data yang bertentangan dengan data yang lain, sehingga keadaan ini akan membingungkan dalam proses berpikir.

Dalam hal ini al-Qur’an menemukan berbagai facktor penting yang menghambat pemikiran, yang membuat statis dan menghalangi tercapainya pengetahuan realitas yang sebenarnya dan membuat penilaian-penilaian yang benar mengenai yang dihadapinya, faktor-faktornya adalah:

1. Berpegang teguh pada pikiran-pikiran lama. Hal ini dapat diperlihatkan dalam

a.Q.S Yunus (10): 78

b.O.S Az-Zukhruf (43) : 2-23

c.Q.S Al-Maidah (5) : 104

d.Q.S Al-Baqarah (2) : 170

2 . Tidak cukup data yang ada. Hal inipun dapat diperhatikan pada :

a.Q.S al-Isra (17) : 36

b.Q.S al-Mu’min (40) : 35-56.

c.Q.S al-hajj (22) : 3 dan 56

3.Sikap memihak yang emosional dan apliori. Mengenai hal ini al-Qur’an mengungkapkan:

a. Q.S al-Qashash (28) : 50

b. Q.S an-Nisa (4) : 136

c. Q.S al-Rum (30) : 29

d. Q.S Shad (38) : 26

C. KESIMPULA N

Dari pemaparan di atas, maka dapat disimpulkan:

  1. Metode berpikir deduktif adalah metode berpikir yang menerapkan hal-hal yang umum terlebih dahulu untuk seterusnya dihubungkan dalam bagian-bagiannya yang khusus. Pada tataran keseharian dapat dikatakan bahwa untuk memahami suatu gejala terlebih dahulu harus memiliki konsep dan teori tentang gejala tersebut dan selanjutna dilakukan pembuktian di lapangan.
  2. Berfikir berbeda dengan penalaran, penalaran adalah proses berpikir yang bertolak dari pengamatan indera yang menghasilkan sejumlah konsep dan pengertian

2. Hambatan-hambatan dalam berfikir yaitu:

a. Berpegang teguh pada pikiran-pikiran lama

b. Tidak cukup data yang tersedia

c. Sikap memihak yang emosional dan apriori

DAFTAR PUSTAKA

Ahmadi, Abu, Psikol Filsafat ogi Umum, Jakarta: Rineka Cipta, 1991

Brata,Sumadi Surya, Psikologi Pendidikan, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1984

Cece Sumarna, Filsafat Ilmu, Bani Quraisy. Bandung. 2008

Jujun.S.Suriasumantri Filsafat llmu, Pustaka Sinar Harapan. 2005

Sabri, M.Ali Suf. Pengantar Psikologi Umum dan Perkembangan, Jsakarta:

Pedoman Ilmu Jaya, 1992

Saleh, Badul Rahmah, Psikologi Suatu Pengamatan dalam Perspektif Islam,

Jakarta; Kencana, 2003

Sobur, , Psikologi Umum, Bandung: Pustaka Setia, 2003

Badul Rahmah Saleh, Psikologi Suatu Pengamatan dalam Perspektif Islam,

Jakarta; Kencana, 2003

W.S.Poerwadarminta.,Kamus Umum Bahasa Indonesia hal 273 W Balai Pustaka

2006 hlm. 229

Tidak ada komentar:

Posting Komentar