Kamis, 03 Februari 2011

Perencaan Kurikulum

PERENCANAAN KURIKULUM PENDIDIKAN ISLAM

I. PENDAHULUAN

Pendidikan merupakan satu aspek yang penting di dalam kehidupan setiap individu. Pendidikan bermula sejak seorang itu dilahirkan sehinggalah ia menemui ajalnya. Pendidikan bagi manusia meliputi aspek jasmani,rohani, akal dan sosial. “Manusia mendidik anaknya supaya badannya sehat dan kuat, akalnya waras dan cerdas, rohaninya luhur dan berbudi pekerti tinggi, tahu bermasyarakat dan menyesuaikan diri dalam kelompoknya”[1].

Di antara pendidikan yang paling penting bagi setiap manusia ialah pendidikan Islam. ”Pendidikan Islam adalah pendidikan yang melatih kepekaan (sensibility) para peserta didik sedemikian rupa sehingga sikap hidup dan peri-laku, juga keputusan dan pendekatannya kepada semua jenis pengetahuan dikuasai oleh perasaan mendalam nilai-nilai etik dan spiritual Islam. Mereka dilatih dan mentalnya didisiplinkan, sehingga mereka mencari pengetahuan tidak sekadar untuk memuaskan keingin-tahuan intelektual atau hanya untuk keuntungan dunia material belaka, tetapi juga untuk mengembangkan diri sebagai makhluk rasional dan saleh yang kelak dapat memberikan kesejahteraan fisik, moral dan spiritual bagi keluarga, masyarakat dan umat manusia”.[2]

Pendidikan Islam mula diberikan kepada kanak-kanak sejak mereka berada di peringkat prasekolah hinggalah ke universiti. Untuk menanamkan ajaran-ajaran Islam di kalangan pelajar-pelajar dengan lebih berkesan, maka satu kurikulum yang lengkap, dikemas dan tersusun rapi serta berkesinambungan amatlah diperlukan.

Oleh itu di dalam rencana ini penulis akan menerangkan mengenai kurikulum yang berkaitan dengan pendidikan Islam. Kurikulum pendidikan Islam yang dimaksudkan di sini tidak terbatas sekedar mempelajari mata pelajaran pengetahuan Agama Islam saja sebagaimana pemahaman kebanyakkan masyarakat hari ini. Tetapi pendidikan Islam itu sebenarnya mempunyai skUp jangkauan yang lebih luas meliputi semua cabang ilmu pengetahuan yang dibenarkan oleh agama Islam.

II. PENGERTIAN KURIKULUM

Kurikulum adalah perangkat mata pelajaran yang diberikan oleh suatu lembaga penyelenggara pendidikan yang berisi rancangan pelajaran yang akan diberikan kepada peserta pelajaran dalam satu periode jenjang pendidikan. Penyusunan perangkat mata pelajaran ini disesuaikan dengan keadaan dan kemampuan setiap jenjang pendidikan dalam penyelenggaraan pendidikan tersebut.

Jangka waktu dalam satu kurikulum biasanya disesuaikan dengan maksud dan tujuan dari sistem pendidikan yang dilaksanakan. Kurikulum ini dimaksudkan untuk dapat mengarahkan pendidikan menuju arah dan tujuan yang dimaksudkan dalam kegiatan pembelajaran secara menyeluruh.

Kurikulum merupakan bagian dari sistem pendidikan yang tidak bisa dipisahkan dengan komponen sistem lainnya. Tanpa Kurikulum suatu sistem pendidikan tidak dapat dikatakan sebagai sistem pendidikan yang sempurna. Ia merupan ruh (spirit) yang menjadi gerak dinamik suatu sistem pendidikan, Ia juga merupakan sebuah idea vital yang menjadi landasan bagi terselenggaranya pendidikan yang baik. Bahkan, kurikulum seringkali menjadi tolok ukur bagi kualitas dan penyelenggaraan pendidikan. Baik buruknya kurikulum akan sangat menentukan terhadap baik buruknya kualitas output pendidiksan, dalam hal ini, peserta didik.

Dalam kedudukannya yang strategis, kurikulum memiliki fungsi holistik dalam dunia pendidikan; Ia memiliki peran dan fungsi sebagai wahana dan media konservasi, internalisasi, kristalisasi dan transformasi ilmu pengetahuan, teknologi, seni dan nilai-nilai kehidupan ummat manusia.

Dalam Sistem Pendidikan Nasional, dinyatakan bahwa kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai isi dan lahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan belajar mengajar. Rumusan ini lebih spesifik mengandung pokok - pokok pikiran, sebagai berikut:

a. Kurikulum merupakan suatu rencana/perencanaan;

b. Kurikulum merupakan pengaturan, yang sistematis dan terstruktur;

c. Kurikulum memuat isi dan bahan pelajaran bidang pengajaran tertentu;

d. Kurikulum mengandung cara, metode dan strategi pengajaran;

e. Kurikulum merupakan pedoman kegiatan belajar mengajar;

f. Kurikulum, dimaksudkan untuk mencapai tujuan pendidikan;

g. Kurikulum merupakan suatu alat pendidikan.

Rumusan tersebut menjadi lebih jelas dan lengkap, karena suatu kurikulum harus disusun dengan memperhatikan berbagai faktor penting. Dalam undang-undang telah dinyatakan, bahwa:

“Kurikulum disusun untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional dengan memperhatikan tahap perkembangan peserta didik dan kesesuaiannya dengan lingkungan, kebutuhan pembangunan nasional, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta kesenian, sesuai dengan jenis dan jenjang masing-masing satuan pendidikan.”

IV. PENGERTIAN, DASAR DAN TUJUAN PENDIDIKAN ISLAM

a. Pengertian Pendidikan islam

Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat.

Pendidikan berperan sangat penting dalam keseluruhan aspek kehidupan manusia, sebab pendidikan berpengaruh langsung kepada kepribadian ummat manusia. Pendidikan sangat menentukan terhadap model manusia yang dihasilkannya.

Kurikulum sebagai rancangan pendidikan, mempunyai kedudukan sentral; menentukan kegiatan dan hasil pendidikan. Penyusunannya memerlukan fondasi yang kuat, didasarkan atas hasil pemikiran dan penelitian yang mendalam. Kurikulum yang lemah akan mengahasilkan manusia yang lemah pula.

Pendidikan merupakan interaksi manusia pendidik dan terdidik untuk mencapai tujuan pendidikan. Interaksi pendidik dan terdidik dalam pencapaian tujuan, bagimana isi, dan proses pendidikan memerlukan fondasi filosofis, agar interaksi melahirkan pengertian yang bijak dan perbuatan yang bijak pula. Untuk mengerti kebijakan dan berbuat secara bijak, ia harus tahu dan berpengetahuan yang diperoleh melalui cara berfikir sistematis, logis dan mendalam, secara radikal, hingga keakar-akarnya. Upaya menggambarkan dan menyatakan suatu pemikiran yang sistematis dan komprehensif tentang suatu fenomena alam dan manusia disebut berfikir secara filosofis. Filsafat mencakup suatu kesatuan pemikiran manusia yang menyeluruh.

Pendekatan Ilmu dengan filsafat berbeda, ilmu menggunakan pendekatan analitik, mengurai bagian-bagian hingga bagian yang terkecil. Filsafat mengintegrasikan bagian-bagian hingga menjadi satu kesatuan yang menyeluruh dan bermakna. Ilmu berkaitan dengan fakta-fakta sebagaimana adanya, secara objektif dan menghindari subjektifitas. Filsafat melihat sesuatu secara das sollen (bagaimana seharusnya), faktor subjektif sangat berpengaruh. Tetapi filsafat dan ilmu memiliki hubungan secara komplenter; saling melengkapi dan mengisi. Filsafat memberikan landasan bagi ilmu, baik pada aspek ontologi, epistimologi, maupun aksiologinya.

“Pendidikan Islam” merupakan rangkai kata yang membawa makna yang sangat luas. Dalam ungkapan ini sendiri telah tersirat konsep, falsafah dan matlamatnya. Ini agak berbeza dengan kefahaman umum masyarakat hari ini yang menganggap pendidikan Islam itu ialah Mata Pelajaran Agama Islam atau Pengetahuan Agama Islam di sekolah(Mohd Yusuf Ahmad, 2004).

Untuk memberikan pengertian pendidikan Islam yang sempurna, terlebih dahulu kita menjelaskan makna kata ‘pendidikan’ dan ‘Islam’. Menurut Al-Attas,Hassan Langgulung dan Burlian Somad maksud pendidikan itu ialah perubahan dalaman dan perubahan tingkah laku[5]. Apabila disebut pendidikan Islam ia menjadi lebih khusus dan bermaksud pendidikan yang berteraskan syariat Islam yang berpandukan Al-Quran dan Al-Hadis, dan perubahan yang dikehendaki pula ialah perubahan rohani, akhlak dan tingkah laku menurut Islam.

Dalam bahasa Inggeris istilah pendidikan disebut education.Manakala dalam bahasa Arab pengertian kata pendidikan, sering digunakan pada beberapa istilah, antaranya “ta’lim”, tarbiyah dan ta’dib ). Namun demikian, ketiga kata tersebut memiliki makna tersendiri dalam menunjuk atau menerangkan pengertian pendidikan (Dr. Samsul Nizar,M.A: 2001).

Kata at-ta’lim merujuk kepada pengajaran yang bersifat pemberian atau penyampaian pengertian, pengetahuan, dan keterampilan. Kata at-tarbiyah membawa erti mengasuh, mendidik, dan memelihara. Sementara Kata at-ta’dib dapat diertikan sebagai proses mendidik yang memfokuskan kepada pembinaan dan penyempurnaan akhlak atau budi pekerti pelajar. Pendidikan adalah ‘latihan atau ajaran’ (Dr.Teuku Iskandar,1986). Sementara itu menurut al-Quran, Islam ialah penyerahan diri dan kepatuhan sesuai dengan firman Allah swt dalam Surah Ali ‘Imran ayat 83:

افغير دين الله يبغون وله اسلم من فى السموت والارض طوعا وكرها واليه يرجعون

“Maka apakah mereka mencari agama yang lain dari agama Allah, padahal kepada-Nyalah berserah diri segala apa yang di langit dan di bumi,baik dengan suka maupun terpaksa dan hanya kepada Allahlah mereka dikembalikan”

Ini menunjukkan kepada kita bahawa, pendidikan Islam merupakan usaha-usaha pembentukan anak-anak sesuai dengan ajaran Islam, maka dengan itu melalui pendidikan Islam akan dapat menyerapi dan menyedari hal-hal yang sebenar atau hakikat-hakikat baik dalam ajaran dan amalan Islam, atau apa yang terkandung dalam akidahnya, ibadatnya, sistem akhlaknya dan juga ajaran syariatnya yang dilihat dari segi hukum-hukumnya yang zahir. Ahli-ahli fikir Islam berpendapat bahawa dengan menyedari hal-hal ini semua manusia akan mencapai kebahagiaan dalam dunia dan akhirat.[6]

Akhirnya, dapatlah dibuat kesimpulan bahawa tiada makna yang tepat bagi pendidikan Islam namun dapat difahami oleh semua orang bahawa pendidikan Islam adalah satu usaha untuk mengembangkan fitrah manusia sesuai dengan ajaran agama Islam berlandaskan Al-Quran dan Al-Sunnah yang akhirnya akan mewujudkan satu masyarakat yang bertamadun tinggi, penuh rahmat dan kebahagiaan serta mendapat keridhaan Allah.

b. Dasar Pendidikan Islam

Dasar adalah tempat bermula sesuatu aktiviti manusia. Maka ketika menetapkan dasar sesuatu perkara, khasnya dasar pendidikan Islam, setiap individu akan menjadikan pandangan hidup dan hukum-hukum dasar agamanya sebagai panduan. Pendidikan Islam adalah satu aktiviti manusia yang mempunyai dasar-dasar tertentu. Adapun dasar pendidikan Islam ialah Al-Quran,Hadith (As-Sunnah) dan Ijtihad para ulama.

c. Tujuan Pendidikan Islam

Tujuan adalah dasar yang hendak dicapai dalam semua kegiatan manusia.Tujuan berfungsi untuk mengarahkan, mengendalikan dan mengembangkan sesuatu kegiatan. Oleh sebab itu setiap tujuan hendaklah dirumuskan dengan tegas dan jelas. Dengan adanya tujuan semua aktiviti dan pergerakan manusia akan menjadi terarah dan bermakna.

Pemahaman kita mengenai tujuan hidup di dunia adalah penting untuk menetapkan tujuan pendidikan Islam kerana setiap didikan yang diterima oleh manusia adalah untuk mencapai tujuan hidup tersebut.

Menurut Islam, manusia diturunkan ke bumi oleh Allah swt adalah sebagai seorang khalifah yang mempunyai tugas untuk:

Ø Memakmurkan bumi demi kebahagiaan hidup seperti firmannya dalam Surah Faathir ayat 39:

هو ا لذ ي جعلكم خلا لف في الارض

artinya: “Dia-lah (Allah) yang menjadikan kamu khalifah-khalifah di muka bumi”

Ø Berbakti kepada Allah swt seperti firmannya dalam Surah Adz-Dzaariyaat ayat 56:

و ما خلقت الجن والانس الاليعبدون

artinya: “Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku”

Dari keterangan di atas dapatlah dirumuskan bahwa, “tujuan sejati pendidikan Islam adalah menghasilkan orang-orang yang beriman dan juga berpengetahuan, yang satu sama lain saling menompang. Islam tidak memandang bahawa pencarian pengetahuan adalah demi pengetahuan sendiri tanpa merujuk pada cita-cita spiritual yang harus dicapai manusia, tetapi untuk mewujudkan sebanyak mungkin kemaslahatan bagi umat manusia. Pengetahuan yang diceraikan dari agama bukan hanya membuat pengetahuan menjadi bias, bahkan akan menjadikannya sebagai kejahilan jenis modern. Islam menganggap orang yang tidak beriman kepada Allah swt sebagai orang yang tidak berpengetahuan. Orang semacam ini, betapapun luas pengetahuannya, hanya akan mempunyai pandangan yang tidak lengkap mengenai jagat raya”[7].

Sementara itu menurut Sayid Sabiq (1981) ,tujuan pendidikan Islam ialah agar jiwa seseorang dapat terdidik secara sempurna. Agar seseorang dapat menunaikan kewajipan-kewajipannya kerana Allah. Dapat berusaha untuk kepentingan keluargannya, kepentingan masyarakatnya, serta dapat berkata jujur, dan berpihak kepada yang benar serta mahu menyebarkan benih-benih kebaikan pada manusia. Apabila seseorang mempunyai sifat-sifat seperti itu, bererti ia telah mencapai tingkat orang-orang salih sebagaimana yang dikehendaki oleh Allah, iaitu orang-orang yang berpegang teguh pada agamanya.

Pendidikan Islam juga bertujuan untuk mencapai keseimbangan pertumbuhan dari peribadi manusia secara menyeluruh melalui latihan-latihan kejiwaan, akal fikiran, kecerdasan, perasaan dan pancaindera. Oleh kerana itu pendidikan Islam harus mengembangkan seluruh aspek kehidupan manusia, baik spiritual, intelektual, imaginasi (fantasi), jasmani, keilmiahannya, bahasanya, baik secara individual maupun kelompok, dan mendorong aspek-aspek tersebut kearah kebaikan dan pencapaian kesempurnaan hidup.

Akhirnya dapatlah diambil kesimpulan bahawa tujuan pendidikan Islam itu tidak statik. Ia sering mengalami perubahan mengikut kepentingan dan perkembangan masyarakat di mana pendidikan itu dilaksanakan. Walaupun begitu sebagai umat Islam kita mestilah berpegang teguh dan terus merujuk kepada Al-Quran dan As-Sunnah dalam melaksanakan tujuan pendidikan Islam.

V. KURIKULUM PENDIDIKAN ISLAM

a. Pengertian

Kurikulum pendidikan Islam adalah bahan-bahan pendidikan Islam berupa kegiatan, pengetahuan dan pengalaman yang dengan sengaja dan sistematis diberikan kepada anak didik dalam rangka mencapai tujuan pendidikan Islam. Atau dengan kata lain kurikulum pendidikan Islam adalah semua aktiviti, pengetahuan dan pengalaman yang dengan sengaja dan secara sistematis diberikan oleh pendidik kepada anak didik dalam rangka tujuan pendidikan Islam.

Berdasarkan keterangan di atas, maka kurikulum pendidikan Islam itu merupakan satu komponen pendidikan agama berupa alat untuk mencapai tujuan. Ini bermakna untuk mencapai tujuan pendidikan agama (pendidikan Islam) diperlukan adanya kurikulum yang sesuai dengan tujuan pendidikan Islam dan bersesuaian pula dengan tingkat usia, tingkat perkembangan kejiwaan anak dan kemampuan pelajar.

b. Materi Pokok Dalam Kurikulum Pendidikan Islam

Kurikulum pendidikan Islam meliputi tiga perkara yaitu masalah keimanan (aqidah), masalah keislaman (syariah) dan masalah ihsan (akhlak). Bahagian aqidah menyentuh hal-hal yang bersifat iktikad (kepercayaan). Termasuklah mengenai iman setiap manusia dengan Allah,Malaikat,Kitab-kitab, Rasul-rasul, Hari Qiamat dan Qada dan Qadar Allah swt.

Bahagian syariah meliputi segala hal yang berkaitan dengan amal perbuatan manusia dalam kehidupan sehari-hari yang berpandukan kepada peraturan hukum Allah dalam mengatur hubungan manusia dengan Allah dan antara sesama manusia.

Bahagian akhlak merupakan suatu amalan yang bersifat melengkapkan kedua perkara di atas dan mengajar serta mendidik manusia mengenai cara pergaulan dalam kehidupan bermasyarakat.

Ketiga-tiga ajaran pokok tersebut di atas akhirnya dibentuk menjadi Rukun Iman,Rukun Islam dan Akhlak. Dari ketiga bentuk ini pula lahirlah beberapa hukum agama, berupa ilmu tauhid, ilmu fiqeh dan ilmu akhlak. Selanjutnya ketiga kelompok ilmu agama ini kemudian dilengkapi dengan pembahasan dasar hukum Islam, iaitu al-Quran dan al-Hadis serta ditambah lagi dengan sejarah Islam.

Sementara itu menurut Dr. Hj. Maimun Aqsa, perkara yang perlu didahulukan dalam kurikulum pendidikan Islam ialah al-Quran, Hadis dan juga Bahasa Arab. Kedua ialah bidang ilmu yang meliputi kajian tentang manusia sebagai individu dan juga sebagai anggota masyarakat. Menurut istilah moden hari ini, bidang ini dikenali sebagai kemanusiaan (al-ulum al-insaniyyah). Bidang-bidangnya termasuklah psikologi, sosiologi, sejarah, ekonomi dan lain-lain. Ketiga bidang ilmu mengenai alam tabie atau sains natural ( al-ulum al-Kauniyyah), yang meliputi bidang-bidang seperti astronomi, biologi dan lain-lain.

Ruang lingkup materi pendidikan Islam sebenarnya ada terkandung di dalam al-Quran seperti yang pernah dicontohkan oleh Luqman ketika mendidik anaknya. Bagi Negara Brunei Darussalam Keluasan ruang lingkup pendidikan Islam tertakluk kepada pihak Kementerian Pendidikan, Kementerian Hal Ehwal Ugama, Jabatan Perkembangan Kurikulum, tingkat kelas, tujuan dan tingkat kemampuan pelajar. Bagi sekolah Arab dan agama khas tentunya mempunyai pembahasan yang lebih luas dan lebih terperinci berbanding sekolah umum. Begitu juga terdapat perbezaan yang jelas di antara peringkat rendah, menengah dan peringkat tinggi dan universiti. Sedangkan mengenai sistem pengajaran dan teknik penyampaian adalah terserah kepada kebijakan guru melalui pengalamannya dengan cara memperhatikan bahan yang tersedia,waktu serta jadual yang sudah ditetapkan oleh pihak tertentu.

c. Penyusunan Kurikulum Pendidikan Islam

Di antara perkara yang paling penting di dalam pembentukan setiap kurikulum, tidak terkecuali kurikulum pendidikan Islam, ialah penyusunannya. Untuk penyusunan yang rapi dan berkesan, kerjasama antara pihak sekolah dan pihak penggubal kurikulum amatlah diperlukan. Penyusunan tersebut hendaklah menitikberatkan kesesuaiannya menurut kemampuan pelajar.

Penyusunan kurikulum yang tepat akan membawa manusia semakin hampir kepada Allah. Seterusnya akan melahirkan genarasi manusia “para sahabat” yang intelek, berilmu, beriman dan baramal. Kurikulum yang disusun hendaklah berkesinambungan dari peringkat rendah hinggalah ke peringkat menengah berterusan ke peringkat universiti bersesuai dengan kehendak dan keperluan Negara.

Selanjutnya, oleh karena kurikulum dan pendidikan Islam untuk melahirkan individu yang sempurna, samaada dari segi rohani mahupun jasmani, mata pelajaran dalam kurikulum itu hendaklah bersifat sepadu. Dengan kata lain mata pelajaran dalam kurikulum pendidikan Islam tidaklah terbatas kepada ilmu-ilmu yang berbentuk teoritis sahaja, baik bersifat naqli mahupun aqli tetapi juga berbentuk praktis, seperti pendidikan jasmani,latihan ketenteraan, teknik, pertukangan, pertanian dan perniagaan. Kurikulum yang semata-mata membekalkan pelajaran yang berbentuk spiritual boleh menyulitkan sesuatu institusi pengajian khususnya dari segi pembangunan material.

VI. KESIMPULAN

Berdasarkan kepada rencana yang ditulis ini maka dapatlah penulis membuat beberapa kesimpulan seperti berikut:

a. Kurikulum adalah perangkat mata pelajaran yang diberikan oleh suatu lembaga penyelenggara pendidikan yang berisi rancangan pelajaran yang akan diberikan kepada peserta pelajaran dalam satu periode jenjang pendidikan. Penyusunan perangkat mata pelajaran ini disesuaikan dengan keadaan dan kemampuan setiap jenjang pendidikan dalam penyelenggaraan pendidikan tersebut.

b. Faktor-faktor yang harus diperhatikan dalam penyusunan suatu kurikulum, ialah:

Ø Tujuan pendidikan nasional, dijabarkan menjadi tujuan-tujuan institusional, Ø Perkembangan peserta didik merupakan landasan psikologis yang mencakup psikologi perkembangan dan psikologi belajar;

Ø Mengacu pada landasan sosiologis dibarengi oleh landasan kultur ekologis.

Ø Kebutuhan pembangunan nasional yang mencakup pengembangan SDM dan pembangunan semua sektor ekonomi.

Ø Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta budaya bangsa dengan multi dimensionalnya.

Ø Jenis dan jenjang pendidikan yang dikelompokkan sesuai dengan sifat dan kekhususan tujuannya.

c. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat.

d. Pendidikan Islam mencakup keperibadian Muslim dengan cakupanyang khas yang membedakan dari bentuk-bentuk pendidikan yang lain. (Hassan Langgulung,1979).

e. Kurikulum pendidikan Islam terlalu luas. Ia merangkumi syariah, adabiah, riadhah, akliah dan seluruh penghidupan manusia,perbuatan, tingkahlaku dan amalan..

f. Kurikulum Pendidikan Islam “bertujuan menanamkan kepercayaan dalam pemikiran dan hati genarasi muda, dan pemulihan akhlak.

DAFTAR PUSTAKA

Abraham Maslow, Psikologi Sains. Teraju. Jakarta. 2004

Abudin Nata, Manajemen Pendidikan-Mengatasi Pendidikan Islam di Indonesia. Media Grafika. Jakarta. 2008

Filsafat Pendidikan Islam. Gaya Media Pratama. Jakarta. 2005

Assegaf Abdurrachman & Suyadi, Pendidikan Islam Madzhab Kritis-Perbandingan Teori Pendidikan Timur dan Barat. Gama Media. Yogyakarta. 2008

Fudyartanto, Ki RBS., Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru. Global Pustaka Utama. Jogjakarta. 2002

Oemar Hamalik, Manajemen Pengembangan Kurikulum. PT. Remaja Rosdakarya. Bandung. 2008

Dasar-dasar Pengembangan Kurikulum. PT. Remaja Rosdakarya. Bandung. 2008

Sukmadinata, Nana Saodih, Pengembangan Kurikulum-Teori dan Praktek. PT. Remaja Rosdakarya. Bandung. 2008

Syaiful Sagala, Manajemen Strategik dalam Peningkatan Mutu Pendidikan. Alfabeta. Bandung. 2007

Uyoh Sadulloh, Pengantar Filsafat Pendidikan. Alfabeta. Bandung. 2007

[1] Musa bin Daia,1986

[2] Syed Sajjad Husain & Syed Ali Ashraf , 2000

[3] Dr.Gamal Zakaria,2002

[4] Kamarudin Hj.Kachar,1989

[5] Mohd Yusuf Ahmad, 2004

[6] Dr. Haron Din & Dr. Sobri Salamon, 1988

[7] Syed Sajjad Husain & Syed Ali Ashraf,2000

Rabu, 02 Februari 2011

Flsafat Ilmu

METODE BERFIKIR DEDUKTIF

Oleh: Drs. Aripin Muslim

1..Pendahuluan

Pada hakikatnya berpikir merupakan ciri utama manusia. Untuk bisa membedakan manusia dan makhluk lain, didasarkan berpikir. Manusia dapat mengubah keadaan alam sejauh akal yang dapat memikirkannya. Berpikir, juga disebut sebagai proses bekerja akal pikiran manusia, karena manusia mempunyai akal. Akal merupakan inti sifat hakikat. Sedangkan makhluk adalah genus yang merupakan zat, sehingga manusia dapat dijelaskan sebagai makhluk yang berakal. Akal merupakan salah satu unsur kejiwaan manusia untuk mencapai kebenaran rasa mencapai keindahan dan kehendak untuk mencapai kebaikan. Akal manusia dapat berpikir untuk mencapai kebenaran melalui pikiran. Capaian kebenaran pikiran, Daya kerja akal harus mengikuti cara atau metode berpikir yang baku. Tanpa mengikuti metode dalam berpikir, dapat tersesat pada pemikiran yang salah karena dalam berpikir terdapat hambatan hambatan yang dapat membelokkan akal dari alur berpikir yang benar. Paper ini berusaha menjelaskan metode berpikir deduktif sebagai salah satu metode berpikir dari dua metode berpikir yang benar serta menunjukkan perbedaan antara berpikir dan penalaran dan berusaha mengungkap hambatan hambatan dalam berfikir. Samping itu, sebagai tambahan mencoba menemukan dasar-dasar Qurani yang diduga menunjukkan tentang hal-hal yang dipandang sebagai penghambat dalam berfikir

2. Pengertian Metode

Secara etimologis, metode merupakan kata majemuk dari dua kata; meta yang berarti melalui dan hodos yang berarti jalan atau cara. Bahasa Arab mengenalkan dengan istilah thatiqoh, yaitu langkah-langkah yang diambil oleh seseorang untuk merealisasikan tujuan tertentu. Misalnya dalam konteks pendidikan, metode berarti langkah-langkah yang strategis yang harus dipersiapkan oleh seorang tenaga pendidik guna membantu para murid mencapai tujuan pendidikan. Metode berpikir berarti cara yang ditempuh akal pikiran dalam berpikir untuk mencapai kebenaran.

3. Pengertian Berpikir

Berpikir mencakup banyak aktivitas mental. Kita berpikir saat memutuskan barang apa yang akan dibeli di toko. Kita berpikir saat melamun sambil menunggu kuliah Filsafat dimulai. Atau kita berpikir saat menulis artikel, menulis makalah, surat, membaca buku, koran, merencanakan liburan atau menghadirkan suatu persahabatan yang teguh.

Berpikir adalah suatu kegiatan mental yang melibatkan kerja otak. Akan tetapi pikiran manusia tidak bisa dipisahkan dari aktivitas kerja otak, lebih dari sekedar organ tubuh yang disebut otak.

Kegiatan berpikir dimulai ketika munculnya keraguan dan pertanyaan untuk dijawab atau berhadapan dengan persoalan atau masalah yang memerlukan pemecahan.

Beberapa pendapat para ahli mengatakan berpikir itu bermacam-macam, misalnya ahlli-ahli psikologi asosiasi menganggap bahwa berpikir adalah kelangsungan tanggapan-tanggapan dimana subyek yang berpikir pasif. Pendapat lain juga mengatakan bahwa berpikir itu adalah meletakkan hubungan antara bagian-bagian pengetahuan kita (Bigoted al 1950, P. 103) Drever mengemukakan masalah berpikir sebagai berikut: “Thingkingn is any course or train of ideas in the narrower and stricter sense, a course of ideas initiated by a problem”.

Menurut Eloyd L, Ruch dalam bukunya yang klasik, Psyenology and life (1967) “berpikir merupakan manipulasi atau organisasi unsur-unsur lingkungan dengan menggunakan lambang-lambang sehingga tidak perlu langsung melakukan kegiatan yang tampak.

Jadi, orang yang berpikir itu sifatnya pasif saja karena pertautan antara taggapan yang merupakan inti kegiatan berpikir yang berlangsung secara otomatis. Psikologi juga mengakui bahwa untuk keperluan berpikir itu diperlukan tanggapan tetapi bukan tanggapan murni, tidak secara mekanisti proses berpikir itu terjadi sehingga orang dapat melakukannya secara pasif.

3. Pengertian Penalaran

Penalaran, adalah proses berpikir yang bertolak dari pengamatan indera (observasi empirik) yang menghasilkan sejumlah konsep dan pengertian. Berdasarkan pengamatan yang sejenis juga akan terbentuk proposisi – proposisi yang sejenis, berdasarkan sejumlah proposisi yang diketahui atau dianggap benar, orang menyimpulkan sebuah proposisi baru yang sebelumnya tidak diketahui. Proses inilah yang disebut menalar. Dalam penalaran, proposisi yang dijadikan dasar penyimpulan disebut dengan premis (antesedens) dan hasil kesimpulannya disebut dengan konklusi (consequence). Hubungan antara premis dan konklusi disebut konsekuensi

Menurut Jujun Suriasumantri, penalaran adalah suatu proses berfikir dalam menarik suatu kesimpulan yang berupa pengetahuan. Sebagai suatu kegiatan berfikir penalaran memiliki ciri-ciri tertentu. Ciri pertama adalah proses berpikir logis, dimana berpikir logis diartikan sebagai kegiatan berpikir menurut pola tertentu atau dengan kata lain menurut logika tertentu. Ciri yang kedua adalah sifat analitik dari proses berpikirnya. Sifat analitik ini merupakan konsekuensi dari adanya suatu pola berpikir tertentu. Analisis pada hakikatnya merupakan suatu kegiatan berpikir berdasarkan langkah-langkah tertentu.

Pengetahuan yang dipergunakan dalam penalaran pada dasarnya bersumber pada rasio atau fakta. Mereka yang berpendapat bahwa rasio adalah sumber kebenaran mengembangkan paham rasionalisme, sedangkan mereka yang menyatakan bahwa fakta yang tertangkap lewat pengalaman manusia merupakan sumber kebenaran mengembangkan paham empirisme.

4. Berpikir dan Bernalar

Pemakaian sehari-hari, kata berpikir sering disamakan dengan bernalar atau berpikir secara diskursif dan kalkulatif menurut Sudarminta, sesungguhnya berpikir lebih luas dari sekedar bernalar. Seperti dikemukakan oleh Habermasi selain rasionalitas ilmiah teknologis, masih ada rasionalitas tindakan komunikatif. Penalaran model rasionalitas yang pertama, pemikiran menyibukkan diri dengan penemuan orang yang paling efektif dan efesien untuk mencapai tujuan. Benar salah dalam konteks ini dilihat dari sukses gagasannya apa yang dipikirkan dioperasionalisasikan secara teknologis. Adapun dalam penalaran model rasionalitas yang kedua, orangnya dalam upaya saling memahami.

Sudarminta menyebut bernalar adalah suatu kegiatan pikiran untuk menarik kesimpulan dari premis-premis yang sebelumnya sudah diketahui. Bernalar bisa mengambil bentuk induktif, deduktif. Penalaran induktif merupakan suatu proses penarikan kesimpulan yang berlaku umum (universal) dari rangkaian kejadian yang bersifat khusus (particular) penalaran deduktif adalah penarikan kesimpulan khusus berdasarkan hukum atau pernyataan yang berlaku umum, adapun penalaran yang terjadi dalam merumuskan suatu hipotesis berdasarkan kemungkinan adanya relasi antara dua atau lebih peristiwa yang sebelumnya sudah diketahui.

Kegiatan bernalar merupakan aspek yang amat penting dalam berpikir, akan tetapi menyamakan berpikir dengan bernalar seperti dikatakan Sudarminta, merupakan suatu penyempitan konsep berpikir. Penalaran adalah kegiatan berpikir meturut asas kelurusan berpikir, atau sesuai dengan hukum logika. Sedangkan penalaran sebagai kegiatan berpikir logis belum menjamin bahwa kesimpulan yang ditarik atau pengetahuan yang dihasilkan pasti benar walaupun penalarannya betul atau sesuai dengan asas-asas logika, kesimpulannya yang ditarik bisa saja salah kalau premis-premis yang mendasari penarikan kesimpulan itu ada yang salah.

5. Berpikir Deduktif

Deduksi berasal dari bahasa Inggris deduction yang berarti penarikan kesimpulan dari keadaan-keadaan yang umum, menemukan yang khusus dari yang umum, lawannya induksi (Kamus Umum Bahasa Indonesia W.J.S.Poerwadarminta. Balai Pustaka 2006:273)

Deduksi adalah cara berpikir dimana dari pernyataan yang bersifat umum ditarik kesimpulan yan bersifat khusus. Penarikan kesimpulan secara deduktif biasanya mempergunakan pola berpikir yang dinamakan silogismus. Silogismus disusun dari dua buah pernyataan dan sebuah kesimpulan. (Filsafat llmu, Jujun.S.Suriasumantr, Pustaka Sinar Harapan.2005:48-49)
Secara luas dapat dikatakan Deduksi merupakan suatu cara penalaran dengan menggunakan kriteria atau suatu keyakinan tertentu untuk mendapatkan suatu kesimpulan kasus khusus atau spesifik. Sebuah pernyataan yang dianggap mewakili sebuah kebenaran atau setidaknya sesuatu yang dianggap benar yang memiliki implikasi implikasi tertentu yang dapat diturunkan menjadi sebuah atau beberapa buah pernyataan yang lebih spesifik dan khusus, merupakan salah satu dari ciri penalaran deduktif (deduksi). Dengan demikian deduksi diawali oleh sebuah asumsi (entah itu dogma, atau apapun) yang kemudian dilanjutkan dengan kesimpulan yang lebih khusus yang diturunkan dari asumsi awal tersebut. Kesimpulan yang diambil harus merupakan turunan atau derivasi dari asumsi atau pernyataan awal.

Pernyataan umum: Ahmad menciptakan segala sesuatu di dunia (saya tidak peduli ini benar apa tidak, anggap saja sebuah dogma yang turun dari langit atau sebuah asumsi fisika)

Pernyataan khusus: Bumi merupakan sesuatu di dalam dunia Deduksi yang ditarik: Ahmad menciptakan bumi atau bumi diciptakan oleh ahmad

Dengan demikian antara pernyataan umum dan khusus harus ada korelasi yang nyata diantara keduanya. Jika tidak ada korelasi yang nyata atau langsung pada kedua pernyataan antara yang umum dan yang khusus maka tidak bisa dilakukan penarikan kesimpulan deduktif.

Pernyataan umum: Ahmad menciptakan segala sesuatu di dunia

Pernyataan khusus: Ibu pergi ke pasar

Deduksi yang diambil: …………. Kosong ………….

Karena tidak ada kaitan atau hubungan dintara dua pernyataan tersebut maka tidak mungkin dapat ditarik kesimpulan secara deduktif.

Penarikan kesimpulan secara deduktif biasanya mempergunakan polaberfikir yang dinamakan silogisme. Silogisme disusun dari dua buah pernyataan dan sebuah kesimpulan. Pernyataan yang mendukung silogisme ini disebut sebagai premis yang kemudian dibedakan menjadi premis mayor dan premis minor. Metode ini diawali dari pembentukan teori, hipotesis, definisi operasional, instrument dan operasionalisasi. Dengan kata lain, untuk memahami suatu gejala terlebih dahulu harus memiliki konsep dan teori tentang gejala tersebut dan selanjutnya dilakukan penelitian di lapangan. Dengan demikian konteks penalaran deduktif tersebut, konsep dan teori merupakan kata kunci untuk memahami suatu gejala.
Kesimpulan merupakan pengetahuan yang didapat dari penalaran deduktif berdasarkan kedua premis tersebut. Penarikan kesimpulan secara dedukfit dapat dilakukan dengan cara langsung dan tidak langsung. Penarikan tidak langsung ditarik dari dua premis. Penarikan langsung ditarik dari satu premis.

Contohnya:

Semua mahluk hidup perlu makan untuk mempertahankan hidupnya (pemis mayor)

Bella adalah seorang mahluk hidup (prisminor)

Jadi, Bella perlu makan untuk mempertahankan hidupnya (kesimpulan)
Kesimpulan yang diambil bahwa Bella juga perlu makan untuk mempertahankan hidupnya adalah sah menurut penalaran deduktif, sebab kesimpulan ini ditarik secara logis dari dua premis yang mendukukngnya.

Pertanyaan apakah kesimpulan ini benar harus dikembalikan kepada kebenaran premis-premis yang mendahuluinya. Apabila kedua premis yang mendukungnya benar maka dapat dipastikan bahwa kesimpulan yang ditarik juga benar.

Penalaran deduktif (atau deduksi) banyak digunakan diperbagai bidang. Bahkan bisa dikatakan segala macam keilmuan yang ada di ranah pemikiran kita melakukan upaya upaya deduktif. Sains atau ilmu alam sangat mengandalkan pemikiran seperti ini. Einstein mengajukan teori gravitasi dan relativitas yang kemudian ternyata menurunkan (melalui penalaran deduksi) sebuah pemahaman baru semisal adanya black hole maupun adanya denyut “ruang dan waktu”. Demikian pula prediksi-prediksi saintifik mendasarkan pada cara berfikir deduktif seperti ini. Karena deduksi diawali oleh sebuah pernyataan umum maka kebenaran dari hasil kesimpulannya tergantung mutlak pada benar tidaknya pernyataan umum tersebut. Sains misalnya memperoleh pernyataan umum dari hasil induksi (atau generalisasi) atas penyelidikan atau penelitian atau percobaan yang diulang-ulang beribu-ribu atau berjuta juta kali. Semisal ungkapan “energi tak dapat dimusnahkan dan tak dapat diciptakan” merupakan sebuah kalimat atau pernyataan umum dari hasil penyelidikan berulang-ulang dimasa lalu. Darinya kemudian muncul kesimpulan-kesimpulan baru, semisal konsep exergi atau entalphi.

Demikian pula di tingkat pemikiran sosial, agama, psikologi, ekonomi atau yang lainnya. Dengan mengajukan sebuah pernyataan umum yang oleh para empunya bidang tersebut dianggap sebagai sebuah kebenaran maka dapat diturunkan atau dideduksikan sebuah pernyataan baru yang lebih spesifik atau khusus. Semisal dalam bidang agama. Semua yang berdosa akan dihukum dan masuk neraka. Andi berdosa. Andi dihukum dan masuk neraka. Demikian jalan pemikiran deduktifnya. Tentunya kebalikan dari berfikir deduktif adalah berfikir secara induktif.

Bagaimana dengan penalaran ilmiah? Penalaran ilmiah pada hakikatnya merupakan gabungan dari penalaran deduktif dan induktif. Dimana lebih lanjut penalaran deduktif terkait dengan rasionalisme dan penalaran induktif dengan empirisme. Secara rasional ilmu menyusun pengetahuannya secara konsisten dan kumulatif, sedangkan secara empiris ilmu memisahkan antara pengetahuan yang sesuai fakta dengan yang tidak. Karena itu sebelum teruji kebenarannya secara empiris semua penjelasan rasional yang diajukan statusnya hanyalah bersifat sementara, Penjelasan sementara ini biasanya disebut hipotesis.

Hipotesis ini pada dasarnya disusun secara deduktif dengan mengambil premis-premis dari pengetahuan ilmiah yang sudah diketahui sebelumnya, kemudian pada tahap pengujian hipotesis proses induksi mulai memegang peranan di mana dikumpulkan fakta-fakta empiris untuk menilai apakah suatu hipotesis di dukung fakta atau tidak. Sehingga kemudian hipotesis tersebut dapat diterima atau ditolak.

Maka dapat disimpulkan bahwa nalar deduktif dan nalar induktif diperlukan dalaam proses pencarian pengetahuan yang benar.

6.Hambatan-Hambatan Dalam Berfikir

Dalam proses berpikir tidak senantiasa berjalan dengan begitu mudah tetapi sering orang menghadapi hambatan-hambatan dalam bepikir atau memecahkan persoalan. Hambatan-hambatan yang mungkin timbul dalam proses berpikir dapat disebabkan:

1. Data yang ada kurang sempurna sehingga masih banyak lagi data yang harus diperoleh.

  1. Data yang ada dalam keadaan confuse data yang bertentangan dengan data yang lain, sehingga keadaan ini akan membingungkan dalam proses berpikir.

Dalam hal ini al-Qur’an menemukan berbagai facktor penting yang menghambat pemikiran, yang membuat statis dan menghalangi tercapainya pengetahuan realitas yang sebenarnya dan membuat penilaian-penilaian yang benar mengenai yang dihadapinya, faktor-faktornya adalah:

1. Berpegang teguh pada pikiran-pikiran lama. Hal ini dapat diperlihatkan dalam

a.Q.S Yunus (10): 78

b.O.S Az-Zukhruf (43) : 2-23

c.Q.S Al-Maidah (5) : 104

d.Q.S Al-Baqarah (2) : 170

2 . Tidak cukup data yang ada. Hal inipun dapat diperhatikan pada :

a.Q.S al-Isra (17) : 36

b.Q.S al-Mu’min (40) : 35-56.

c.Q.S al-hajj (22) : 3 dan 56

3.Sikap memihak yang emosional dan apliori. Mengenai hal ini al-Qur’an mengungkapkan:

a. Q.S al-Qashash (28) : 50

b. Q.S an-Nisa (4) : 136

c. Q.S al-Rum (30) : 29

d. Q.S Shad (38) : 26

C. KESIMPULA N

Dari pemaparan di atas, maka dapat disimpulkan:

  1. Metode berpikir deduktif adalah metode berpikir yang menerapkan hal-hal yang umum terlebih dahulu untuk seterusnya dihubungkan dalam bagian-bagiannya yang khusus. Pada tataran keseharian dapat dikatakan bahwa untuk memahami suatu gejala terlebih dahulu harus memiliki konsep dan teori tentang gejala tersebut dan selanjutna dilakukan pembuktian di lapangan.
  2. Berfikir berbeda dengan penalaran, penalaran adalah proses berpikir yang bertolak dari pengamatan indera yang menghasilkan sejumlah konsep dan pengertian

2. Hambatan-hambatan dalam berfikir yaitu:

a. Berpegang teguh pada pikiran-pikiran lama

b. Tidak cukup data yang tersedia

c. Sikap memihak yang emosional dan apriori

DAFTAR PUSTAKA

Ahmadi, Abu, Psikol Filsafat ogi Umum, Jakarta: Rineka Cipta, 1991

Brata,Sumadi Surya, Psikologi Pendidikan, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1984

Cece Sumarna, Filsafat Ilmu, Bani Quraisy. Bandung. 2008

Jujun.S.Suriasumantri Filsafat llmu, Pustaka Sinar Harapan. 2005

Sabri, M.Ali Suf. Pengantar Psikologi Umum dan Perkembangan, Jsakarta:

Pedoman Ilmu Jaya, 1992

Saleh, Badul Rahmah, Psikologi Suatu Pengamatan dalam Perspektif Islam,

Jakarta; Kencana, 2003

Sobur, , Psikologi Umum, Bandung: Pustaka Setia, 2003

Badul Rahmah Saleh, Psikologi Suatu Pengamatan dalam Perspektif Islam,

Jakarta; Kencana, 2003

W.S.Poerwadarminta.,Kamus Umum Bahasa Indonesia hal 273 W Balai Pustaka

2006 hlm. 229