Rabu, 29 Juni 2011

Islam, Pluralisme dan Toleransi Keagamaan

Resensi

Judul Asli

The Children of Adam: an Islamic Perspective on Pluralism (Washington DC: Center for Muslim-Christian Understanding; George University, 1996)

Karya

Mohammad Fathi Osman

Penerjemah

Irfan Abu Bakar

Penerbit

Yayasan Paramadina Jakarta

Tebal

134 Halaman

Istilah pluralisme dalam Islam barangkali menjadi sebuah persoalan baru, ia terdengar asing, bukan merupakan tradisi Islam yang sejati, bahkan bertentangan sama sekali. Sebab Islam hanya meyakini agamanyalah sebagai satu-satunya agama yang diterima disisi Tuhan (Q. S. 3: 85). Keyakinan ini didukung pula dengan 11 fatwa MUI yang dikeluarkan pasca Munas VII Juli 2005 lalu, dimana pluralisme menjadi salah satu konsentrasi fatwa dari 11 fatwa yang dikeluarkan dengan menjatuhkan hukum haram terhadap pemahaman pluralisme. Eksistensi MUI sendiri agaknya begitu agung ditengah masyarakat Islam Indonesia pada umumnya. MUI seolah-olah menjadi “wakil Tuhan” di permukaan bumi untuk menentukan hukum dengan ijtihad yang dilakukannya. Keharaman pluralisme yang difatwakan MUI tentu menjadi pengaruh besar bagi umat Islam bahwa ia (pluralisme) memang bertentangan jauh dari ajaran Islam.

Buku Mohamed Fathi Osman berjudul The Children of Adam: an Islamic Perspective on Pluralism (Washington DC: Center for Muslim-Christian Understanding; George University, 1996), yang terjemahkan kedalam bahasa Indonesia oleh penerbit Paramadina dengan judul Islam, Pluralisme dan Toleransi Keagamaan agaknya dapat dijadikan sebagai bahan perbandingan dalam kasus ini. Jika pluralisme dinilai sebagai sesuatu yang bertentangan dengan ajaran Islam – dalam pandangan MUI dan umat Islam pada umumnya, barangkali hal ini tidak menurut Fathi Osman, bahkan sebaliknya, Fathi Osman justru memandang bahwa Islam memiliki prinsip-prinsip moral dan hokum mengenai pluralisme tersebut. Lebih dari itu, pluralisme juga pernah menjadi pengalaman Islam dalam catatan sejarah panjang. Fathi Osman sepertinya ingin mengakrabkan diri dengan banyaknya ayat Al-Qur’an yang dapat dijadikan prinsip pembenaran pluralisme dalam Islam. Dengan sendirinya, hal ini melemahkan pandangan yang mengatakan bahwa pluralisme tidak datang dari Islam, sebab banyak sekali ayat Al-Qur’an yang mendukung pluralisme dimaksud. Dalam hal ini, Fathi Osman mengawalinya dengan menyebutkan bahwa pluralisme dapat dilihat sebagai peran serta bersama tanpa memandang kelompok mayoritas atau minoritas, tapi masing-masing kelompok dapat memberikan peranan masing-masing dengan tetap mempertahankan identitasnya yang khas (h: 3). Ini jelas digambarkan Al-Qur’an: bahwa Tuhan tidak memandang siapa yang banyak, siapa yang sedikit, akan tetapi ketaqwaan yang membedakan mereka semua (Al Hujurot: 13).

Fathi Osman memandang bahwa hukum Islam (syariat) dimaksudkan untuk mencegah bahaya dan menepis beban dan penderitaan (Q. S. 5 : 6; 22: 78), bukan sebaliknya. Semua hukum Islam harus diwujudkan dalam kesanggupan individu dan masyarakat yang banyak disebutkan berulang-ulan dalam Al-Qur’an (Q. S. 2: 233, 286; 6: 152; 7: 42; 23: 62; 65: 7). Jika perlu, suatu larangan bahkan dapat ditunda untuk sementara sebagaimana halnyameringankan beban kesulitan yang tidak dapat dipikul (Q. S. 2: 173; 5: 8; 6: 119, 145; 16: 115) (h: 32). Jelas ini menunjukkan bahwa Islam melindungi kepentingan orang banyak tanpa memandang status dan kedudukannya, termasuk pula agama dan keyakinannya.

Bagi Fathi Osman, perbedaan merupakan suatu keniscayaan, sebab manusia dilahirkan dengan kondisi perbedaan bawaan, dan pada gilirannya akan menemukan perbedaan perolehan. Inilah essensi pluralisme menurut Osman yang harus diterima dan saling mengenal dengan baik (Q. S. 30: 22; 49: 13) dengan tujuan menemukan suatu pertukaran gagasan dan pengalaman yang bersifat membangun dan agar saling bekerjasama dalam upaya mereka mengembangkan kemanusiaan dan dunia dimana mereka hidup bersama. Tidak ada hambatan mengenai perkawinan silang, baik antara ras, suku, maupun status sosial. Bahkan perkawinan dengan budak dapat diizinkan , dan bahkan didorong dalam kasus-kasus tertentu (Q. S. 2: 22; 4: 25) (h: 38-9).

Bagi Osman, tidak ada alasan tidak bagi pemahaman pluralisme. Sebab pluralisme tidak hanya dapat ditemukan dalam hukum Islam, bahkan pluralism merupakan sesuatu yang pernah ada dalam sejarah peradaban umat Islam. Dalam Wilayah musli – Osman menyebutkan – pendeta Kristen hanyalah pemimpin spiritual yang mewakili komunitasnya masing-masing. Mereka menjalankan profesi dan kegiatan mereka masing-masing dengan bebas. Bahkan, Fatimiyah al-Aziz memiliki seorang menteri Kristen dan menunjuk orang Yahudi sebagai Gubernur di Syiria. Meski posisi-posisi penting dibidang keuangan, kesekretariatan, profesional kota-kota yang dipegang orang-orang Yahudi dan Kristen tidak jarang menimbulkan kecemburuan pihak muslim (h: 62-4). Dalam bidang pengetahuan pun, Osman menyebutkan terjadi interaksi pemikiran keagamaan Muslim, Yahudi dan Kristen di Eropa Barat yang amat menakjubkan (h: 70).

Dan yan paling penting untuk keharusan pluralisme ini adalah, bahwa manusia dilahirkan dari nenek moyang yang sama. Bagaimana mungkin manusia dapat dibedakan secara mutlak, jika manusia sama-sama disebut sebagai “anak-cucu Adam”. Inilah yang barangkali menjadi titik singgung paling mendasar dalam buku Fathi Osman tentang pluralisme didalam Islam, sebagaimana judul asli buku tersebut: The Children of Adam: an Islamic Perspective on Pluralism.

Sebagai buku terjemahan, butuh waktu yang relatif lama untuk memahami dengan sempurna tawaran-tawaran yang disampaikan dalam buku ini. Buku ini mungkin lebih layak dibaca oleh mereka yang bergerak didunia akademisi dan intelektual tinimbang masyarakat pada umumnya. Sebab, butuh nalar dan kecermatan yang besar untuk memahami isinya. Namun demikian, buku ini penting untuk dibaca sebagai perbandingan memahami pluralisme dalam Islam. Buku ini juga – boleh dikatakan – menjadi bantahan bahwa pluralisme bukan tradisi yang pernah ada didalam Islam, sebab dalam kenyataannya, tidak hanya hukum Islam, sejarah-pun mengenang pluralisme sebagai sesuatu yang pernah ada di dalam peradaban Islam.

Pluralisme agama telah menjadi salah satu wacana kontemporer yang sering dibicarakan akhir-akhir abad 20, khususnya di Indonesia. Wacana ini sebenarnya ingin menjembatani hubungan antaragama yang seringkali terjadi disharmonis dengan mengatasnamakan agama, diantaranya kekerasan sesama umat beragama, maupun kekerasan antarumat beragama. Di kalangan media saat ini terdapat pandangan umum bahwa Islam tidak mendukung pluralisme. Lebih menyedihkan lagi, kerap kali kita mendengar bagaimana susahnya minoritas non-Muslim untuk bisa hidup secara damai dan harmonis di negara-negara Muslim. Tindakan kekerasan orang-orang ekstrimis yang menyalahgunakan teologi Islam untuk membenarkan serangan jahatnya semakin mengentalkan prasangka buruk terhadap Muslim, dan saat ini banyak orang mengira bahwa orang-orang Muslim tidak percaya akan pluralisme dan keragaman. Padahal, sebaliknya, sejarah menunjukkan bahwa Islam — sebagaimana diajarkan oleh al- Qur’an serta dicontohkan oleh Nabi Muhammad beserta para sahabatnya — benar-benar menerima, merayakan, dan bahkan mendorong kemajemukan. Islam adalah agama universal yang menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan, persamaan hak dan mengakui adanya pluralisme agama. Pluralisme agama menurut Islam adalah sebuah aturan Tuhan (sunnatullah) yang tidak akan berubah, juga tidak mungkin dilawan atau diingkari. Ungkapan ini menggambarkan bahwa Islam sangat menghargai pluralisme karena Islam adalah agama yang dengan tegas mengakui hak-hak penganut agama lain untuk hidup bersama dan menjalankan ajaran masing-masing dengan penuh kesungguhan. Oleh karena itu didalam tulisan ini penulis mencoba membuka tabir atau menyodorkan bukti-bukti yang dapat dijadikan acuan bahwa islam adalah agama yang sangat menjunjung tinggi pluralism.

Definisi Pluralisme

Pluralisme agama bisa dipahami dalam minimum tiga kategori: yaitu:

Pertama, kategori sosial. Dalam pengertian ini, pluralisme agama berarti ”semua agama berhak untuk ada dan hidup”. Secara sosial, kita harus belajar untuk toleran dan bahkan menghormati iman atau kepercayaan dari penganut agama lainnya.

Kedua, kategori etika atau moral. Dalam hal ini pluralisme agama berarti bahwa ”semua pandangan moral dari masing-masing agama bersifat relatif dan sah”. Jika kita menganut pluralisme agama dalam nuansa etis, kita didorong untuk tidak menghakimi penganut agama lain yang memiliki pandangan moral berbeda, misalnya terhadap isu pernikahan, aborsi, hukuman gantung, eutanasia, dll.

Ketiga, kategori teologi-filosofi. Secara sederhana berarti ”agama-agama pada hakekatnya setara, sama-sama benar dan sama-sama menyelamatkan”. Mungkin kalimat yang lebih umum adalah ”banyak jalan menuju Roma”. Semua agama menuju pada Allah, hanya jalannya yang berbeda-beda Kata “pluralisme agama” berasal dari dua kata, yaitu “pluralisme” dan “agama” dalam bahasa Arab diterjemahkan dengan “atta’addudiyah” dan dalam bahsa Inggris “religius pluralism”. Dalam bahasa Belanda, merupakan gabungan dari kata plural dan isme. Kata “plural” diartikan dengan menunjukkan lebih dari satu. Sedangkan isme diartikan dengan sesuatu yang berhubungan dengan paham atau aliran. Dalam bahasa Inggris disebut pluralism yang berasal dari kata “plural” yang berarti lebih dari satu atau banyak. Dalam Kamus The Contemporary Engglish-Indonesia Dictionary, kata “plural” diartikan dengan lebih dari satu/jamak dan berkenaan dengan keaneka ragaman. Jadi pluralisme, adalah paham atau sikap terhadap keadaan majemuk, baik dalam konteks sosial, budaya, politik, maupun agama. Sedangkan kata “agama” dalam agama Islam diistilahkan dengan “din” secara bahasa berarti tunduk, patuh, taat, jalan. Pluralisme agama adalah kondisi hidup bersama antarpenganut agama yang berbeda-beda dalam satu komonitas dengan tetap mempertahankan cirri-ciri spesifik ajaran masing-masing agama. Dengan demikian yang dimaksud “pluralisme agama” adalah terdapat lebih dari satu agama (samawi dan ardhi) yang mempunyai eksistensi hidup berdampingan, saling bekerja sama dan saling berinteraksi antara penganut satu agama dengan penganut agama lainnya, atau dalam pengertian yang lain, setiap penganut agama dituntut bukan saja mengakui keberadan dan menghormati hak agama lain, tetapi juga terlibat dalam usaha memahami perbedaan dan persamaan, guna tercapainya kerukunan dalam keragaman. Dalam prepektif sosiologi agama, secara terminology, pluralisme agama dipahami sebagai suatu sikap mengakui dan menerima kenyataan kemajemukan sebagai yang bernilai positif dan merupakan ketentuan dan rahmat Tuhan kepada manusia.


Pluralisme Dalam Islam

Islam adalah agama universal yang menjunjung tinggi aspek-aspek kemanusiaan, persamaan hak dan mengakui adanya pluralisme agama. Pluralisme agama menurut Islam adalah sebuah aturan Tuhan (sunnatullah) yang tidak akan berubah, juga tidak mungkin dilawan atau diingkari. Ungkapan ini menggambarkan bahwa Islam sangat menghargai pluralisme karena Islam adalah agama yang dengan tegas mengakui hak-hak penganut agama lain untuk hidup bersama dan menjalankan ajaran masing-masing dengan penuh kesungguhan. Dalam Islam berteologi secara inklusif dengan menampilkan wajah agama secara santun dan ramah sangat dianjurkan. Islam bahkan memerintahkan umat Islam untuk dapat berinteraksi terutama dengan agama Kristen dan Yahudi dan dapat menggali nilai-nilai keagamaan melalui diskusi dan debat intelektual/teologis secara bersama-sama dan dengan cara yang sebaik-baiknya (QS al-Ankabut/29: 46), tentu saja tanpa harus menimbulkan prejudice atau kecurigaan di antara mereka. Agama Islam adalah agama damai yang sangat mengahargai, toleran dan membuka diri terhadap pluralisme agama. Isyarat-isyarat tentang pluralisme agama sanagat banyak ditemukan di dalam al-qur’an antara lain Firman Allah “Untukmu agamamu dan untukku agamaku”. (QS. Al-Kafirun: 109/6). Pluarlisme agama adalah merupakan perwujudan dari kehenddak Allah swt. Allah tidak menginginkan hanya ada satu agama walaupun sebenarnya Allah punya kemampuan untuk hal itu bila Ia kehendaki. “Jikalau Tuhanmu menghendaki, tentu dia menjadikan manusia umat yang satu.” (QS. Hud: 11/118). Dalam al-qur’an berulang-ulang Allah manyatakan bahwa perbedaan di antara umat manusia, baik dalam warna kulit, bentuk rupa, kekayaan, ras, budaya dan bahasa adalah wajar, Allah bahkan melukiskan pluralisme ideologi dan agama sebagai rahmat. Allah menganugrahkan nikmat akal kepada manusia, kemudian dengan akal tersebut Allah memberikan kebebasan kepada manusia untuk memilih agama yang ia yakini kebenarannya tanpa ada paksaan dan intervensi dari Allah. Sebagaimana Firmannya “Tidak ada paksaan dalam agama”. (QS. Al Baqarah: 2/256). Manusia adalah makhluk yang punya kebebasan untuk memilih dan inilah salah satu keistimewaan manusia dari makhluk lainnya, namun tentunya kebebasa itu adalah kebabsan yang harus dipertanggungjawabkan kelak di hadapan Allah swt. Kitab suci al-qur’an diturunkan dalam konteks kesejarahan dan stuasi keagamaan yang pluralistik (plural-religius). Setidaknya terdapat empat bentuk keyakinan agama yang berkembang dalam masyarakat Arab tempat Muhammad saw. menjalankan misi profetkinya sebelum kehadiran Islam, yaitu Yudaisme (Yahudi); Kristen, Zoroastrianisme dan agama Makkah sendiri. Tiga di antaranya yang sangat berpengaruh dan senantiasa disinggung oleh al-qur’an dalam berbagai levelnya adalah Yahudi, Kristen dan agama Makkah. Kedatangan al-qur’an ditengah-tengah pluralitas agama tidak serta-merta mendeskriditkan agama-agama yang berkembang pada saat itu, tapi al-quran sangat bersifat asfiratif, akomodatif, mengakui dan membenarkan agama-agama yang datang sebelum al-qur’an diturunkan. Bahkan lebih jauh dari itu al-qur’an juga mengakui akan keutamaan umat-umat terdahulu sebagaimana terdapat dalam ayat. “Wahai Bani Israil! Ingatlah nikmat-Ku yang telah Aku berikan kepadamu, dan Aku telah melebihkan kamu dari semua umat yang lain di ala mini (pada masa itu)”. (QS. Al-Baqarah: 2/47). Dalam ayat ini, tergambar suatu sikap pengakuan al-qur’an akan keunggulan dan keutamaan umat-umat terdahulu sebelum umat Islam. Al-qur’an sebagai sumber normatif bagi satu teologi inklusif-pluralis. Bagi kaum muslimin, tidak ada teks lain yang mempunyai posisi otoritas mutlak dan tak terbantahkan selain al-qur’an. Maka, al-qur’an merupakan kunci untuk menemukan dan memahami konsep pluralisme agama dalam al-qur’an.

Berikut beberapa ayat Dalam Alqur’a Yang menyiratkan tentang pluralisme :
1. Perintah Islam agar umatnya bersikap toleran, bukan hanya pada agama Yahudi dan Kristen, tetapi juga kepada agama-agama lain. Ayat 256 surat al-Baqarah mengatakan bahwa tidak ada paksaan dalam soal agama karena jalan lurus dan benar telah dapat dibedakan dengan jelas dari jalan salah dan sesat. Terserahlan kepada manusia memilih jalan yang dikehendakinya. Telah dijelaskan mana jalan benar yang akan membawa kepada kesengsaraan. Manusia merdeka memilih jalan yang dikehendakinya. Kemerdekaan ini diperkuat oleh ayat 6 surah al-Kafirun yang mengatakan: Bagimulah agamamu dan bagiku agamaku.

2. Pluralitas adalah salah satu kenyataan objektif komunitas umat manusia, sejenis hukum Allah atau Sunnah Allah, sebagaimana firman Allah SWT: “ Hai manusia, sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertaqwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui Lagi Maha Mengenal” (Al Hujurat 49: 13).

3. Dalam kaitannya yang langsung dengan prinsip untuk dapat menghargai agama lain dan dapat menjalin persahabatan dan perdamaian dengan ‘mereka’ inilah Allah, di dalam al-Qur’an, menegur keras Nabi Muhammad SAW ketika ia menunjukkan keinginan dan kesediaan yang menggebu untuk memaksa manusia menerima dan mengikuti ajaran yang disampaikanya, sebagai berikut: “Jika Tuhanmu menghendaki, maka tentunya manusia yang ada di muka bumi ini akan beriman. Maka apakah kamu hendak memaksa manusia, di luar kesediaan mereka sendiri?(Q.S.Yunus:99).

4. Dalam bidang hukum agama, norma-norma dan peraturan kaum Yahudi dan Nasrani diakui (QS al-Maidah: 47) dan bahkan dikuatkan oleh Nabi ketika beliau diseru untuk menyelesaikan perselisihan di antara mereka (QS al-Maidah: 42-43).

Pengakuan al-qur’an terhadap pluralisme dipertegas lagi dalam khutbah perpisahan Nabi Muhammad. Sebagimana dikutip oleh Fazlur Rahman, ketika Nabi menyatakan bahwa, “Kamu semua adalah keturunan Adam, tidak ada kelebihan orang Arab terhadap orang lain, tidak pula orang selain Arab terhadap orang Arab, tidak pula manusia yang berkulit putih terhadap orang yang berkulit hitam, dan tidak pula orang yang hitam terhadap yang putih kecuali karena kebajikannya.” Khutbah ini menggambarkan tentang persamaan derajat umat manusia dihadapan Tuhan, tidak ada perbedaan orang Arab dan non Arab, yang membedakan hanya tingkat ketakawaan. Sungguh menarik untuk mencermati dan memahami pengakuan al-qur’an sebagai kitab suci umat Islam yang berfungsi sebagai petunjuk (hudan) dan obat penetram (syifa li mafi al-shudhur) terhadap pluralitas agama, jika ayat-ayat al-qur’an dipahami secara utuh, ilmiah-kritis-hermeneutis, terbuka, dan tidak memahaminya secara ideiologis-politis, tertutup, al-qur’an sangat radikal dan liberal dalam mengahadapi pluralitas agama. Secara normatif-doktrinal, al-qur’an dengan tegas menyangkal dan menolak sikap eksklusif dan tuntutan truth claim (klaim kebenaran) secara sepihak yang berlebihan, seperti biasa melekat pada diri penganut agama-agama, termasuk para penganut agama Islam. Munculnya klaim kebenaran sepihak itu pada gilirannya akan membawa kepada konflik dan pertentangan yang menurut Abdurrahman Wahid, merupakan akibat dari proses pendangkalan agama, dan ketidak mampuan penganut agama dalam memahami serta menghayati nilai dan ajaran agama yang hakiki. Al-qur’an berulangkali mengakui adanya manusia-manusia yang saleh di dalam kaum-kaum tersebut, yaitu Yahudi, Kristen, dan Shabi’in seperti pengakuannya terhadap adanya manusia-manusia yang beriman di dalam Islam. Ibnu ‘Arabi salah seorang Sufi kenamaan mengatakan, bahwa setiap agama wahyu adalah sebuah jalan menuju Allah, dan jalan-jalan tersebut berbeda-beda. Karena penyingkapan diri harus berbeda-beda, semata-mata anugrah Tuhan yang juga berbeda. Jalan bisa saja berbeda-beda tetapi tujuan harus tetap sama, yaitu sama-sama menuju kepada satu titik yang sama yakni Allah swt.

Penutup
Islam adalah agama universal yang menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan, persamaan hak dan mengakui adanya pluralisme agama. Pluralisme agama menurut Islam adalah sebuah aturan Tuhan (sunnatullah) yang tidak akan berubah, juga tidak mungkin dilawan atau diingkari. Ungkapan ini menggambarkan bahwa Islam sangat menghargai pluralisme karena Islam adalah agama yang dengan tegas mengakui hak-hak penganut agama lain untuk hidup bersama dan menjalankan ajaran masing-masing dengan penuh kesungguhan. Al-qur’an sebagai sumber normatif bagi satu teologi inklusif-pluralis. Bagi kaum muslimin, tidak ada teks lain yang mempunyai posisi otoritas mutlak dan tak terbantahkan selain al-qur’an. Maka, al-qur’an merupakan kunci untuk menemukan dan memahami konsep pluralisme agama dalam alqur’an. Pluarlisme agama adalah merupakan perwujudan dari kehenddak Allah swt. Allah tidak menginginkan hanya ada satu agama walaupun sebenarnya Allah punya kemampuan untuk hal itu bila Ia kehendaki. “Jikalau Tuhanmu menghendaki, tentu dia menjadikan manusia umat yang satu.” (QS. Hud: 11/118). Dalam al-qur’an berulang-ulang Allah manyatakan bahwa perbedaan di antara umat manusia, baik dalam warna kulit, bentuk rupa, kekayaan, ras, budaya dan bahasa adalah wajar, Allah bahkan melukiskan pluralisme ideologi dan agama sebagai rahmat. Allah menganugrahkan nikmat akal kepada manusia, kemudian dengan akal tersebut Allah memberikan kebebasan kepada manusia untuk memilih agama yang ia yakini kebenarannya tanpa ada paksaan dan intervensi dari Allah. Sebagaimana Firmannya “Tidak ada paksaan dalam agama”. (QS. Al Baqarah: 2/256). Manusia adalah makhluk yang punya kebebasan untuk memilih dan inilah salah satu keistimewaan manusia dari makhluk lainnya, namun tentunya kebebasa itu adalah kebabsan yang harus dipertanggungjawabkan kelak di hadapan Allah swt.

Jumat, 20 Mei 2011

Supervisi Akademik

PELAKSANAAN SUPERVISI AKADEMIK OLEH KEPALA SEKOLAH

TERHADAP GURU MA NEGERI RAJAGALUH

KABUPATEN MAJALENGKA

ABSTRACT

The aims of this research are to find out: 1) the way used by principal in preparing the academic supervision; 2) the way used by principal in conducting the academic supervision; 3) the obstacles faced byprincipal in conducting the academic supervision. This research uses descriptive method with quantitative approach. The data collection is conducted by using observation, interview and documentation. The research is conducted at Islamic Senior High Scool (Madrasah Aliyah) Rajagaluh. The number of research object is 9 persons, 1 principal, 1 vice principal for academic affair and 7 teachers. The reseacrh result shows that the principal of Islamic Senior High School Rajagaluh have planned the academic supervision together with teachers. The supervision is conducted by visiting each class both individuals or in groups. The obstacles faced by principles in conducting the academic supervision is the lacking of money, and school infrastucture. Another obstacles are time and office duty because at school program and the program of Religion departement are not well organized. The programs planned and the implemetation of supervision are not guided well by the local authority. Morcover, the curriculum modification is being conducted.

A. PENDAHULUAN

Mengingat pentingnya peranan pendidikan bagi segenap insan dalam menempuh liku-liku hidup di dunia ini, sudah sepantasnyalah bagi setiap warga neagara Indonesia menyadari dan berusaha meningkatkan mutu pendidikan demi tercapainya tujuan sebagaimana yang diharapakan. Tujuan pendidikan yang tercantum dalam Undang_undang Republik Indonesia No 20 Tahun 2003 tentang Sitem Pendidikan Nasional Bab II pasal 3 (2003:5), adalah sebagai berikut: Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertjuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berahlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung juawab.

Tujuan pendidikan pedidikan nasional tersebut di atas dapat dicapai melalui pendidikan, salah satu di antaranya adalah lembaga pendidikan formal di sekolah. Sebenarnya seluruh masyarakat sangat menginginkan pendidikan yang bermutu, tetapi susah untuk meraihnya karena banyak faktor yang mempengaruhi dan mendukung keberhasilan proses belajar/mengajar (PBM), seperti faktor manusia dan sistem pemvelajaran di sekolah, termasuk kurikulum, guru, siswa, dan alat-alat pendidikan.

Profesi guru yang utama adalah mengajar, hal ini seperti yang tertulis dalam Undang-Undang Republik Indonesia No 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen pasal 1 ayat 1 (2005:2), yaitu: “Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.”

Berasarkan uraian di atas dapat diketahui bahwa guru adalah pendidik profesional dalam melaksanakan tugasnya, disamping mengajar dan mendidik, juga harus mampu membimbing, melatih, mengarahkan serta menilai anak didik di sekolah. Tetapi kenyataan kadang-kadang tugas yang sangat mulia ini tidak dapat dilaksanakan dengan baoik dan sempurna karena banyak hambatan yang dihadapi, sehingga harapan masyarakat untuk mendidik anak-anaknya dalam mengembangkan potensi agar menjadi manusia unggul tidak dapat terpenuhi. Padahal, guru harus mampu melaksanakan kewajibannya membawa perubahan bagi kemajuan anak didik di sekolah. Hasil laporan penelitian Suryadi (1999:299) menyatakan, “Berhasilnya guru mengajar dan mendidik, akan tercermin dalam tingginya hasil belajar siswa.” Oleh karena itu, untuk berhasilnya proses belajar mengajar (PBM) kepala sekolah harus mengadakan supervisi terhadap guru supaya memperoleh hasil yang baik.

Pelaksanaan supervisi akademik yang dilakukan oleh kepala sekolah terhadap guru sungguh besar pengaruhnya dalam meningkatkan mutu pendidikan karena ada peningkatan kemampuan profesional bagi guru sehingga dapat diterapkan dalam PBM. Dengan demikian, kepala sekolah ahrus meningkatkan kemampuan profesional guru, melalui pelaksanaan supervisi akademik terhadapnya, berarti kepala sekolah harus bertugas sebagai supervisor.

Dalam hal ini Rohani dan Ahmadi (1991:73) menguraikan tugas kepala sekolah sebagai supervisor adalah:

1. Merancang, mengarahkan dan mengkoordinir semua aktifitas, agar sekolah berjalan dengan baik menuju tercapainya tujuan sekolah.

2. Membimbing para guru agar menunaikan tugasnya dengan penuh semangat dan kegembiraan.

3. Membimbing para murid untuk belajar rajin, tertib, dan giat.

4. Menjaga suasana baik dalam sekolah antar guru, antar murid, antar pegawai, antar kelas, sehingga tercapai tujuan kekeluargaan.

Untuk meningkatkan mutu pendidikan melalui supervisi akademik kepala sekolah dapat membina guru-guru dalam merumuskan tujuan pengajaran serta meningkatkan keterampilan mengajar sehingga PBM dapat terlaksana dengan baik, penuh semangat dan disiplin tinggi. Dengan supervisi akademik kepala sekolah dapat meningktkan motivasi kerja guru yang lebih bergairah lagi dari sebelumnya. Oleh karena itu, kepala sekolah sebelum melaksanakan supervisi harus menyusun perogramnya terlebih dahulu.

Untuk mencapai tujuan seperti tersebut di atas,banyak cara yang dapat dilakukan oleh kepala sekolah dalam melaksanakan supervisi akademik terhadap guru-guru. Sehubungan dengan masalah ini, Soeripto dan Kosasi (2000:242) mengemukakan,”Pendekatan itu antara lain adalah: 1) pendekatan humanistik, 2) pendekatan kompetensi, 3) pendekatan klinis, dan 4) pendekatan profesional.”

Jika cara-cara tersebut dilakukan oleh kepala sekolah sebagai supervisor terhdap guru-guru, akan terjadi perubahan-perubahan dalam kegiatan belajar mengajar di sekolah sehingga tujuan pengajaran akan tercapai, siswa akn berhasil dalam meraih prestasi belajar memiliki sumber daya manusia (SDM) yang tinggi. Di samping teknik supervisi tersebut di atas, dapat juga dilakukan dengan teknik supervisi kunjungan kelas, yaitu memantau guru dalam melaksanakan PBM.

Kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa kepala sekolah sering mengabaikan tugasnya dalam melakukan supervisi akademik. Problema yang sering dihadapi guru akan bertambah, lama-kelamaan semakin berkembang sehingga susah untuk diperbaiki kembali, mutu pendidikan tidak mencapai kemajuan, bahkan lebih rendah dari sebelumnya. Berkaitan dengan hal ini, Taruna (2001:73) mengemukakan bahwa “kepala sekolah di Indonesia tidak berbuat untuk kepentingan proses belajar mengajar, melainkan berbuat banyak untuk urusan adminoistrasi dan kedinasan.” Ini-lah salah satu faktor penyebab rendahnya mutu pendidikan dewasa ini karena kepala sekolah tidak sanggup melaksanakan tugasnya sebagai supervisor sehingga guru-guru menghadapi beerbagai macam persoalan dalam PBM yang dapat merugikan anak didik.

Berdasarkan uraian di atas, penulis melakukan penelitian dengan judul: Pelaksanaan Supervisi Akademik oleh Kepala Sekolah terhadap Guru MA Negeri Rajagaluh Kabupaten Majalengka, yang tujuannya adalah:

1. Untuk mengetahui cara kepala sekolah menyusun program supervisi akademik terhadap guru-guru MA Negeri Rajagaluh.

2. Untuk mengetahui cara pelaksanaan supervisi akademik oleh kepala sekolah terhadap guru-guru MA Negeri Rajagaluh.

3. Untuk mengetahui hambatan-hambatan yang dihadapi kepla sekolah dalam melaksakan supervisi akademik terhadap guru-guru MA Negeri Rajagaluh

Manfaat penelitian adalah:

1. Penelitian ini dapat memberikan gambaran bagi para kepala sekolah sebagai supervisor dan yang beertugas sebagai pengawas dalam melaksanakan supervisi akademik terhadap guru-guru.

2. Penelitian ini juga bermanfaat dalam rangka membantu supervisor menghadapi kesulitan saat melakukan supervisi akademik terhadap guru-guru.

B. KAJIAN PUSTAKA

1. Defenisi Supervisi Akademik

Glickman (1981), mendefinisikan supervisi akademik adalah serangkaian kegiatan membantu guru mengembangkan kemampuannya mengelola proses pembelajaran demi pencapaian tujuan pembelajaran.

Supervisi akademik merupakan upaya membantu guru-guru mengembangkan kemampuannya mencapai tujuan pembelajaran. (Daresh, 1989). Dengan demikian, berarti, esensi supervisi akademik itu sama sekali bukan menilai kinerja guru dalam mengelola proses pembelajaran, melainkan membantu guru mengembangkan mampuan profesionalismenya.

Meskipun demikian, supervisi akademik tidak bisa terlepas dari penilaian kinerja guru dalam mengelola pembelajaran. Apabila di atas dikatakan, bahwa supervisi akademik merupakan serangkaian kegiatan membantu guru mengembangkan kemampuannya mengelola proses pembelajaran, maka menilai kinerja guru dalam mengelola proses pembelajaran merupakan salah satu kegiatan yang tidak bisa dihindarkan prosesnya (Sergiovanni, 1987). Penilaian kinerja guru dalam mengelola proses pembelajaran sebagai suatu proses pemberian estimasi kualitas kinerja guru dalam mengelola proses pembelajaran, merupakan bagian integral dari serangkaian kegiatan supervisi akademik.

Dapat dikatakan bahwa supervisi akademik merupakan serangkaian kegiatan membantu guru mengembangkan kemampuannya, maka dalam pelaksanaannya terlebihdahulu perlu diadakan penilaian kemampuan guru, sehingga bisa ditetapkan aspek yang perlu dikembangkan dan cara mengembangkannya. Namun satu hal yang perlu ditegaskandi sini, bahwa setelah melakukan penilaian unjuk kerja guru tidak berarti selesailah tugas atau kegiatan supervisi akademik, melainkan harus dilanjutkan dengan perancangan dan pelaksanaan pengembangan kemampuannya.

Dengan demikian, melalui supervisi akademik guru akan semakin mampu memfasilitasi belajar bagi murid-muridnya Alfonso, Firth, dan Neville (1981)

Menurut Alfonso, Firth, dan Neville, ada tiga konsep pokok (kunci) dalam pengertian supervisi akademik.

1) Supervisi akademik harus secara langsung mempengaruhi dan mengembangkan perilaku guru dalam mengelola proses pembelajaran. Inilah karakteristik esensialsupervisi akademik. Sehubungan dengan ini, janganlah diasumsikan secara sempit,bahwa hanya ada satu cara terbaik yang bisa diaplikasikan dalam semua kegiatan pengembangan perilaku guru. Tidak ada satupun perilaku supervisi akademik yangbaik dan cocok bagi semua guru (Glickman,1981). Tegasnya, tingkat kemampuan, kebutuhan, minat, dan kematangan professional serta karakteristik personal gurulainnya harus dijadikan dasar pertimbangan dalam mengembangkan dan mengimplementasikan program supervisi akademik (Sergiovanni, 1987 dan Daresh,1989).

2) Perilaku supervisor dalam membantu guru mengembangkan kemampuannya harus didesain secara ofisial, sehingga jelas waktu mulai dan berakhirnya program pengembangan tersebut. Desain tersebut terwujud dalam bentuk program supervisi akademik yang mengarah pada tujuan tertentu. Oleh karena supervisi akademik merupakan tanggung jawab bersama antara supervisor dan guru, maka alangkah baik jika programnya didesain bersama oleh supervisor dan guru.

3) Tujuan akhir supervisi akademik adalah agar guru semakin mampu memfasilitasibelajar bagi murid-muridnya. Secara rinci, tujuan supervise akademik akan diuraikanlebih lanjut berikut ini.

Sumber: (http://id.shvoong.com/socials ciences/education/2025213-supervisi-akademik/)

2. Tujuan Dan Fungsi Supervisi Akademik

Tujuan supervisi akademik adalah membantu guru mengembangkan kemampuannya mencapai tujuan pembelajaran yang dicanangkan bagi murid-muridnya (Glickman, 1981). Melalui supervisi akademik diharapkan kualitas akademik yang dilakukan oleh guru semakin meningkat (Neagley, 1980). Pengembangan kemampuan dalam konteks ini janganlah ditafsirkan secara sempit, semata-mata ditekankan pada peningkatan pengetahuan dan keterampilan mengajar guru, melainkan juga pada peningkatan komitmen (commitmen) atau kemauan (willingness) atau motivasi (motivation) guru, sebab dengan meningkatkan kemampuan dan motivasi kerja guru, kualitas pembelajaran akan meningkat.

Supervisi akademik adalah serangkaian kegiatan membantu guru mengembangkan kemampuannya mengelola proses pembelajaran untuk mencapai tujuan pembelajaran.

v (Daresh, 1989, Glickman, et al; 2007). Supervisi akademik tidak terlepas dari penilaian kinerja guru dalam mengelola pembelajaran.

v (Sergiovanni (1987) menegaskan bahwa refleksi praktis penilaian kinerja guru dalam supervisi akademik adalah melihat kondisi nyata kinerja guru untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan, misalnya apa yang sebenarnya terjadi di dalamkelas?, apa yang sebenarnya dilakukan oleh guru dan siswa di dalam kelas?,aktivitas-aktivitas mana dari keseluruhan aktivitas di dalam kelas itu yangbermakna bagi guru dan murid?, apa yang telah dilakukan oleh guru dalammencapai tujuan akademik?, apa kelebihan dan kekurangan guru dan bagaimanacara mengembangkannya?. Berdasarkan jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaanini akan diperoleh informasi mengenai kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran.

Namun satu hal yang perlu ditegaskan di sini, bahwa setelah melakukan penilaian kinerja berarti selesailah pelaksanaan supervisi akademik, melainkan harus dilanjutkan dengan tindak lanjutnya berupa pembuatan program supervisi akademik dan melaksanakannyadengan sebaik-baiknya.

sumber:(http://id.shvoong.com/social-sciences/education/2025213-supervisi-akademik)

Menurut Sergiovanni (1987) ada tiga tujuan supervisi akademik adalah sebagai berikut:

1) Supervisi akademik diselenggarakan dengan maksud membantu guru mengembangkan kemampuannya profesionalnnya dalam memahami akademik, kehidupan kelas, mengembangkan keterampilan mengajarnya dan menggunakan kemampuannya melalui teknik-teknik tertentu.

2) Supervisi akademik diselenggarakan dengan maksud untuk memonitor kegiatan belajar mengajar di sekolah. Kegiatan memonitor ini bisa dilakukan melaluikunjungan kepala sekolah ke kelas-kelas di saat guru sedang mengajar, percakapan pribadi dengan guru, teman sejawatnya, maupun dengan sebagian murid-muridnya.

3) Supervisi akademik diselenggarakan untuk mendorong guru menerapkan kemampuannya dalam melaksanakan tugas-tugas mengajarnya, mendorong guru mengembangkan kemampuannya sendiri, serta mendorong guru agar ia memiliki perhatian yang sungguh-sungguh (commitment) terhadap tugas dan tanggungjawabnya.

Menurut Alfonso, Firth, dan Neville (1981) Supervisi akademik yang baik adalah supervisi akademik yang mampu berfungsi mencapai multi tujuan tersebut di atas. Tidak ada keberhasilan bagisupervisi akademik jika hanya memerhatikan salah satu tujuan tertentu dengan mengesampingkan tujuan lainnya.

Hanya dengan merefleksi ketiga tujuan inilah supervisi akademik akan berfungsi mengubah perilaku mengajar guru. Pada gilirannya nanti perubahan perilaku guru ke arah yang lebih berkualitas akan menimbulkan perilaku belajar murid yang lebih baik.

Perilaku supervisi akademik secara langsung berhubungan dan berpengaruh terhadap perilaku guru. Ini berarti, melalui supervisi akademik, supervisor mempengaruhi perilaku mengajar guru sehingga perilakunya semakin baik dalam mengelola proses belajar mengajar. Selanjutnya perilaku mengajar guru yang baik itu akan mempengaruhiperilaku belajar murid. Dengan demikian, bisa disimpulkan bahwa tujuan akhir supervise akademik adalah terbinanya perilaku belajar murid yang lebih baik

Supervisi akademik merupakan salah satu fungsi mendasar (essential function) dalam keseluruhan program sekolah (Weingartner, 1973; Alfonso dkk., 1981; dan Glickman, et al; 2007). Hasil supervisi akademik berfungsi sebagai sumber informasi bagi pengembangan profesionalisme guru.

3. Pelaksanaan Supervisi Akademik

Setelah tujuan-tujuan pembinaan keterampilan pengajaran berdasarkan kebutuhan-kebutuhan pembinaan yang diperoleh melalui analisis kebutuhan, kepala sekolah menganalisis setiap tujuan untuk menentukan bentuk-bentuk teknik dan media supervisi akademik yang akan digunakan. Menurut Gwynn (1961), teknik-teknik supervisi bila dikelompokkan menjadi dua kelompok, yaitu teknik supervisi individual dan teknik supervisi kelompok. Tujuan pengembangan strategi dan media supervisi akademik ini adalah sebagai berikut.

a. Mendaftar pembinaan-pembinaan keterampilan pengajaran yang akan dilakukandengan menggunakan teknik supervisi individual.

b. Mendaftar pembinaan keterampilan pengajaran yang akan dilakukan melaluiteknik supervisi kelompok.

c. Mendaftar mengidentifikasi dan memilih teknik dan media supervisi yang siap digunakan untuk membina keterampilan pengajaran guru yang diperlukan.

Setelah mengembangkan teknik dan media supervisi akademik, mulailah dilakukan pembinaan keterampilan pembelajaran guru dengan menggunakan teknik dan media tertentu sebagaimana telah dikembangkan.

C. METHODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan methode deskriftif karena informasi yang dibutuhkan berada dalam kondisi yang berlaku sekarang, sesuai dengan pendapat Surachmad (1996:139) yaitu: “Penyelidikan diskriftif tertuju pada pemecahan masalah yang ada pada masasekarang. Karena banyak sekali ragam penyelidikan demikian, metode penyelidikan diskriftif lebih merupakan istilah umum yang mencakupberbagai teknik diskriftif”.

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif, yaitu sebagai pendekatan berdasarkan pertimbangan bahwa kepala sekolah dengan bermacam cara harus melakukan supervisi akademik terhadap guru-guru di sekolahnya, agar guru-guru dapat meningkatkan kemampuan profesional PBM dalam rangka peningkatan mutu pendidikan.

1. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini mengambil lokasi di Madrasah Aliyah Negeri Rajagaluh Kabupaten Majalengka. Penelitian ini dilaksanakan dalam waktu yang relatif sangat singkat, yakni pada pertengahan april sampai dengan awal mei 2011.

2. Subjek Penelitian

Penelitian ini dilakukan di MA Negeri Rajagaluh kabupaten Majalengka dengna jumlah guru sebanyak 49 orang. Adapun yang menjadi subjek penelitian ini sebanyak 9 orang, terdiri dari 1orang kepala sekolah 1 orang wakil kepala bidang akademik dan guru senior 7 orang.

3. Teknik Pengumpulan Data

Untuk meperoleh data dalam penelitian ini, peneliti menggunakan teknik observasi, wawancara dan studi dokumentasi. Selanjutnya untuk lebih cermat dalam pengumpulan data digunakan alat bantu (instrumen), yitu pedoman observasi, pedoman wawancara dan studi dokumentasi.

4. Teknik Pengolahan Data

Setelah data terkumpul, semua data yang diperoleh melalui wawancara, observasi dan dokumentasi, diolah dengan tiga tahap yaitu: reduksi data, display data, serta kesimpulan dan verifikasi.

D. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

1. Cara Kepala Sekolah Menyusun Program Supervisi Akademik

Hasil penelitian menunjukkan bahwa wakil kepala sekolah bidang akademik MA Negeri Rajagaluh sebelum melaksanakan supervisi akademik terhadap guru-guru, sudah menyusun programnya terlebih dahulu dengan cara ,melibatkan guru-guru senior dan guru bidang studi setiap semester untuk bidang studi masing-masing, yaitu: bidang studi Qur’an Hadits, Fiqih, Aqidah Akhlak, Bahasa Arab, Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, Matematika, Kimia, Fisika, Biologi, Sosiologi, Ekonomi Akuntansi, Geografi, Olahraga Kesehatan, Kesenian. Penyusunan program supervisi akademik sesuai urutan bidang studi dengan jadwal seminggu sekali kegiatan secara individu maupun kelompok.

Kepala MA Negeri Rajagaluh telah menyusun programnya dengan cara sistematis dan memiliki rumusan yang jelas baik tujuan maupun alat-alat yang diperlukan. Hal ini dilakukan agar pelaksanaan supervisi akademik tidak sia-sia, tetapi dapat meningkatkan motivasi kerja guru yang lebih baik dari sebelumnya.

2. Cara Kepala Sekolah Melaksanakan Supervisi Akademik

Di MA Negeri Rajagaluh telah melaksanakan supervisi akademik terhadap guru-guru, menurut program yang telah disusun sebagaimana yang dianjurkan oleh atasannya. Semua gurur-guru mendapat giliran yang sama untuk disupervisi sesuai dengan jenjangnya, mulai dari guru-guru senior sampai guru-guru bidang studi. Adapun cara yang ditempuh adalah cara (teknik) humanistik bukan mencari-cari kesalahan, melainkan sungguh-sungguh membantu guru-guru untuk dapat bekerja yang lebih bagus dan terarah dalam melaksanakan tugasnya. Dalam pelaksanaannya terdapat pembagian tugas antara kepala dengan wakil kepala bidang akademik, yang melaksanakan supervisi adalah wakil kepala bidang akademik, sedangkan kepala sekolah menindak lanjuti hasil supervisi. Dalam rangka menindak lanjuti hasil supervisi ini kepala sekolah memanggil semua guru bidang studi secara perorangan ataupun kelompok untuk diberikan pengarahan dan bimbingan agar terdapat perubahan yang mengarah kepada perbaikan sehingga tercapai keberhasilan PBM.

3. Hambatan dalam Melaksanakan Supervisi Akademik

Hambatan yang sering dihadapi oleh kepala MAN Rajagaluh dalam rangka melaksakanakan supervisi akademik erhadap guru-guru selalu ada, hambatan tersebut berupa dana, sarana prasarana yang belu memadai selain masalah waktu yang tidak sesuai dengan rencana. Misalnya pada hari yang telah dijadwalkan rapat penyusunan program, kemudian mendapat undangan dari Kantor Kemenag Kabupaten sehingga pelaksanaan penyusunan program tertunda, demikian juga halnya pada waktu pelaksanaan supervisi. Selain itu juga masalah kemampuan dan kesiapan guru-guru dalam menerima supervisi. Karena hambatan semacam inilah akhirnya pelaksanaan supervisi tergeser dari program yang telah ditentukan.

E. KESIMPULAN

1. Cara-cara Kepala Madrasah Aliyah Negeri Rajagaluh menyusun supervisi terhadap guru-guru yaitu dengan cara musyawarah bersama Wakil Kepala Madrasah bidang akademik dan melibatkan guru-guru senior. Adapun program yang disusun mengenai jadwal pelaksanaan supervisi dilakukan pada awal tahun ajaran, teknik supervisi yang direncanakan dengan cara individu dan kelompok. Selanjutnya rencara menindak-lanjuti hasil supervisi dengan memberi bimbingan dan pengarahan secara tatap muka. Berarti supervisor sebelum melaksanakan tugas sudah ada program untuk dijadikan pedoman pada saat terjun kelapangan melaksanakan supervisi akademik terhadap guru-guru. Tetapi Kepala MA Negeri Rajagaluh tidak menyusun sendiri program supervisi, sepenuhnya diserahkan pada Wakil Kepala Madrasah bidang akademik dan guru-guru senior.

2. Cara-cara Kepala Madrasah Aliyah Negeri Rajagaluh melaksanakan supervisi akademik terhadap guru-guru yaitu dengan membagi tugas, wakil kepala madrasah melaksanakan supervisi terhadap guru-guru senior, dan guru-guru senior melaksanakan supervisi terhadap guru-guru bidang studi, kemudian guru-guru bidang studi melaksanakan supervisi terhadap guru-guru bantu, satu bulan sekali melaksanakan supervisi menurut bidang studi, satu tahun seorang guru mendapat satu giliran, dengan teknik individu/kelompok yaitu dengan cara mengunjungi kelas secara kekeluargaan, terbuka sehingga guru-guru tidak merasa takut, setelah itu bila terdapat kekurangan-kekurangan langsung dibeikan tindak lanjut. Tetapi Kepala MA Negeri Rajagaluh tidak melaksanakan sendiri supervisi akademik terhadap guru-guru, semuanya ditugaskan kepada Wakil Kepala Madrasah bidang akademik dan guru-guru senior karena adanya pembagian tugas bagi semua guru.

3. Hambatan-hambatan yang dihadapi supervisor dalam merlaksanakan supervisi akademik diantaranya dana, sarana dan prasarana yang belum mencukupi, waktu yang kadang-kadang supervisor tidak sempat melaksanakan supervisi sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan karena banyaknya tugas lain, disamping itu SDM yang masih kurang dalam bidang supervisi sehingga belum dapat melaksanakan dengan sempurna sebagaimana yang telah dianjurkan baik dalam menyusun program, melaksanakan dan menindak lanjuti, seperti terjadinya perubahan kurikulum merupakan suatu kendala bagi supervisor karena banyaknya guru yang belum siap menerima untuk dilaksanakannya supervisi terhadap dirinya.

E. DAFTAR PUSTAKA

A.M , Sardiman (2006). Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Azhari, A. (2003). Supervisi Rencana Program Pembelajaran. Jakarta: Rian Putra.

Bafadal, I. (1992). Supervisi Pengajaran. Jakarta: Bumi Aksara.

Burhanudin (1994). Analisis Administrasi Manajeman dan Kepemimpinan Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara

Daryanto, H. M. (2006). Administrasi Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.

Moleong, L. J. (2000). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosda Karya.

Mulyasa, E. (2002). Manajemen Berbasis Sekolah Konsep Strategi dan Implementasi. Bandung: Remaja Rosda Karya.

Nasution, S. (1988). Metode Research. Bandung: Remaja Rosda Karya.

Rohani, A. dan Ahmadi, A. (1991). Pedoman Penyelenggaraan Administrasi Pendidikan Sekolah. Jakarta: Bumi Aksara.

Soetjipto dan Kosasi, R. (2000). Profesi Keguruan. Jakarta: Depdikbud dan Rineka Cipta.

Surachmad, W. (1985). Pengantar Penelitian Ilmiah. Bandung: Tarsito.

(http://id.shvoong.com/social-sciences/education/2025213-supervisi-akademik)

(http://id.shvoong.com/socials ciences/education/2025213-supervisi-akademik/)

.